[Nusantara] Ulil vs Athian, Siapa Menghina Islam?
gigihnusantaraid <gigihnusantaraid@yahoo.com>
gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Dec 19 08:36:16 2002
Tanggapan atas Fatwa Mati untuk Ulil Abshar-Abdalla
Ulil vs Athian, Siapa Menghina Islam?
Oleh: M Saekhan Muchith SAg MPd
Ulil Abshar-Abdalla, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan
Athian Ali Ketua Farum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Jawa Barat sedang
menarik dibicarakan. FUUI pimpinan Athian Ali mengeluarkan fatwa
hukuman mati untuk Ulil Abshar karena dinilai menghina Islam setelah
artikelnya berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" dimuat di
harian Kompas, 18 Nopember 2002.
Melecehkan atau menghina agama Islam merupakan perbuatan yang sangat
membahayakan perkembangan Islam baik masa kini maupun masa mendatang.
Siapapun yang melecehkan Islam pantas diganjar dengan hukuman yang
setimpal. Tetapi yang perlu disadari, dalam al-qur'an tidak ada
satupun ayat yang menyatakan secara eksplisit kriteria seseorang
bisa dikatakan melecehkan Islam, apalagi bentuk dan mekanisme memberi
hukuman.
Istilah pelecehan jika dikaitkan dengan agama Islam, kreteria
pelecehan menjadi kabur dan debatable (ikhtilafiyah). Pemilik Agama
sebenarnya Allah, Malaikat dan Rasul. Padahal Allah, Malaikat dan
Rasul tidak pernah membutuhkan pernyataan atau perilaku manusia.
Manusia berbuat baik, rajin, sholat, puasa, jujur, Pemilik Agama
tidak merasa senang, sebaliknya manusia tidak menjalankan sholat,
melanggar perintah, memiliki pendapat aneh, pemilik agama juga tidak
pernah merasa tersinggung. Dengan demikian, Allah, malaikat dan rasul
tidak mungkin tersinggung, marah hanya karena pernyataan atau tulisan
Ulil Abshor diharian kompas, sebaliknya Allah, Malaikat, Rasul tidak
akan senang, gembira atau mendukung pernyataan dan sikap FUUI
pimpinan Athian Ali yang memberi fatwa mati bagi Ulil.
Pelecehan agama tidak hanya ditandai dengan corak pemikiran,
pelecehan agama lebih disebabkan adanya sikap dan perilaku umat
Islam yang tidak bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai
dengan etika, norma atau aturan agama (al-Qur'an+Hadis). Dengan kata
lain umat Islam sering kali melanggar norma yang ada dalam al-Qur'an
maupun hadis. Saat sekarang yang pantas dikategorikan melecehkan
agama, adalah sekelompok umat Islam yang melakukan KKN, penindasan,
penggusuran, jual beli hukum dan keadilan, berpolitik selalu
membohongi rakyat, kampanye dengan menjual ayat al-Qur'an, melakukan
kekerasan berdalih atas nama agama, perjudian dan segala bentuk
kemaksiyatan.
Anatomi. Kasus perseteruan antara Ulil Abshar-Abdalla dengan Athian
Ali jika dirunut secara utuh (Anatomi) akan menghasilkan kesimpulan
yang bisa dijadikan pijakan untuk mengatakan sebenarnya siapa yang
layak memperoleh predikat menghina, dan melecehkan Islam.
Wacana yang digulirkan Ulil murni gagasan yang bersifat akademik,
karena artikel yang dimuat kompas lebih banyak dilandasi oleh
argumentasi, data dan fakta yang bisa dipertanggung jawabkan. Karena
itu sebuah wacana keilmuan, tentunya siapapun yang membaca atau
mengevaluasi perlu menjunjung tinggi etika, norma akademik dengan
ciri-ciri; jujur, obyektif, transparan, independen dan tanpa
prasangka. Kalau direnungkan secara sadar, sebenarnya Ulil ingin
memberikan penyadaran kepada umat Islam (yang memiliki concern
terhadap dinamika ilmu) membangun berbagai teori yang efektif untuk
memberdayakan umat Islam agar bisa keluar dari jebakan krisis multi
dimensional yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan berakhir.
Kesalahan dan kegagalan terbesar umat Islam adalah keengganan umat
Islam mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara jujur,
obyektif dan ksatria. Islam sangat menjunjung tinggi aspek
rasionalitas (akal), walaupun juga ada dimensi ta'abudi (keyakinan).
Dari aspek sosial, sebenarnya problem terbesar dan terberat untuk
diselesaikan, bukan pada tataran melawan pola pikir yang dianggap
menyimpang. Problem terbesar justru banyaknya perilaku umat Islam
yang antara keyakinan dan ucapannya tidak sesuai dengan yang
diamalkan. Banyak umat islam menyakini dan mengetahui bahwa menipu,
hobong, Korupsi itu dilarang oleh Islam, tetapi banyak umat Islam
ketika menduduki jabatan politik justru ikut rajin melakukan KKN,
mereka juga tidak segan-segan membohongi rakyat, menindas dan
berkhianat dengan rakyatnya sendiri. Justru orang-orang yang seperti
itulah yang layak disebut menghina Islam, karena sikap dan perilaku
itu jelas melanggar teks al-Qur'an secara eksplisit maupun implisit.
Athian Ali, terkesan terjebak pada pemahaman atau penafsiran normatif
tekstual, karena pemahaman terhadap artikel Ulil dari aspek hitam-
putih. Yang pantas dikemukakan, mengapa Athian Ali begitu keras dan
bersemangat merespon tulisan Ulil. Padahal jika dilihat dari derajat
kesalahannya masih ikhtilafiyah,. Masih banyak umat islam lainnya
yang mengatakan bahwa tulisan Ulil tidak pantas dihukum dengan fatwa
hukuman mati. Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif, jelas
melarang nama Muhammadiyah digunakan untuk ikut membuat keputusan
mengenai fatwa mati bagi Ulil, begitu juga Presiden Partai Kedilan
Hidayat Nurwahid. Guru Besar Ilmu tata Negara Jimly Asshidiqi, juga
tidak sependapat dengan fatwa mati yang diberikan kepada Ulil Abshar-
Abdalla.
Kalau sekiranya Athian Ali bersemangat ingin menegakkan dan
memperjuangkan Islam, harus dimulai dari upaya merespon atau melawan
segala bentuk perilaku seperti praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme
(KKN), penggusuran, pengkhianatan, perbuatan anarkhisme, berpolitik
dengan menggunakan simbol-simbol agama, jual beli hukum dan keadilan.
Padahal kasus seperti itu di atas bumi "country-region: Indonesia
country-region" sangat banyak. Dari kasus ini, dapat dikatakan bahwa
Athian Ali terkesan lebih beroriantasi motif politik dari pada
orientasi menegakkan Islam. Justru fatwa mati bagi Ulil tidak akan
menyelesaikan masalah, tetapi justru menambah masalah, menambah
kebingunan dan bisa jadi menyesatkan umat Islam.
Sebuah Catatan. Sejelek-jelek sikap pemikiran, masih ada sisi
kebaikannya, tetapi kalau perilaku KKN, kebohongan, jual beli hukum
dan keadilan, penggusuran, perjudian, segala bentuk kemaksiyatan
menurut konsep Islam jelas melanggar norma, dan hkumannya jelas di
atur dalam al-Qur'an.
Pemikiran Ulil Abshar jika dilihat dari konteks ilmu (wacana
intelektual) bisa dianggap proses motivasi untuk mengembangkan
wacana pemikiran dalam Islam. Akan lebih kesatria kalau FUUI berani
memberikan fatwa mati kepada sekelompok umat Islam yang melakukan
praktek KKN, jual beli hukum, penindasan, pengugusuran, penipuan
terhadap rakyat.
Mengapa pada saat masyarakat menuntut penegakan hukum dan penuntasan
kasus KKN, FUUI diam seribu bahasa, tetapi ketika ada seseorang yang
memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang lain langsung
mengeluarkan fatwa mati. Bagaimanapun, membela, menegakkan dan
memperjuangkan Islam tidak bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan
dan kalimat yang menakutkan bagi masyarakat. Membela Islam dilakukan
dengan sikap mental dan perilaku yang benar-benar menghormati, dan
menjunjung tinggi norma-norma yang ada dalam Islam. Selama membela
Islam dilandasi mentalitas atau orientasi politik, selama itu pula
Islam tidak pernah mencapai kejayaan atau kebesaran.[]
M Saekhan Muchith SAg MPd
Pengamat Sosial Agama Dan Politik dari STAIN Kudus, Dosen Luar Biasa
INISNU Jepara.