[Nusantara] Ulil vs Athian, Siapa Menghina Islam?

gigihnusantaraid <gigihnusantaraid@yahoo.com> gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Dec 19 08:36:13 2002


Tanggapan atas Fatwa Mati untuk Ulil Abshar-Abdalla 
Ulil vs Athian, Siapa Menghina Islam?

Oleh: M Saekhan Muchith SAg MPd 

Ulil Abshar-Abdalla, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan 
Athian Ali Ketua Farum Ulama Umat Indonesia (FUUI) Jawa Barat sedang 
menarik dibicarakan. FUUI pimpinan Athian Ali mengeluarkan fatwa 
hukuman mati untuk Ulil Abshar karena dinilai menghina Islam setelah 
artikelnya berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" dimuat di 
harian Kompas, 18 Nopember 2002.

Melecehkan atau menghina agama Islam merupakan perbuatan yang sangat 
membahayakan perkembangan Islam baik masa kini maupun masa mendatang. 
Siapapun yang melecehkan Islam pantas diganjar dengan hukuman yang 
setimpal. Tetapi yang perlu disadari, dalam al-qur'an tidak ada 
satupun ayat yang menyatakan secara eksplisit kriteria seseorang 
bisa dikatakan melecehkan Islam, apalagi bentuk dan mekanisme memberi 
hukuman.

Istilah pelecehan jika dikaitkan dengan agama Islam, kreteria 
pelecehan menjadi kabur dan debatable (ikhtilafiyah). Pemilik Agama 
sebenarnya Allah, Malaikat dan Rasul. Padahal Allah, Malaikat dan 
Rasul tidak pernah membutuhkan pernyataan atau perilaku manusia. 
Manusia berbuat baik, rajin, sholat, puasa, jujur, Pemilik Agama 
tidak merasa senang, sebaliknya manusia tidak menjalankan sholat, 
melanggar perintah, memiliki pendapat aneh, pemilik agama juga tidak 
pernah merasa tersinggung. Dengan demikian, Allah, malaikat dan rasul 
tidak mungkin tersinggung, marah hanya karena pernyataan atau tulisan 
Ulil Abshor diharian kompas, sebaliknya Allah, Malaikat, Rasul tidak 
akan senang, gembira atau mendukung pernyataan dan sikap FUUI 
pimpinan Athian Ali yang memberi fatwa mati bagi Ulil.

Pelecehan agama tidak hanya ditandai dengan corak pemikiran, 
pelecehan agama lebih disebabkan adanya sikap dan perilaku umat 
Islam yang tidak bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai 
dengan etika, norma atau aturan agama (al-Qur'an+Hadis). Dengan kata 
lain umat Islam sering kali melanggar norma yang ada dalam al-Qur'an 
maupun hadis. Saat sekarang yang pantas dikategorikan melecehkan 
agama, adalah sekelompok umat Islam yang melakukan KKN, penindasan, 
penggusuran, jual beli hukum dan keadilan, berpolitik selalu 
membohongi rakyat, kampanye dengan menjual ayat al-Qur'an, melakukan 
kekerasan berdalih atas nama agama, perjudian dan segala bentuk 
kemaksiyatan.

Anatomi. Kasus perseteruan antara Ulil Abshar-Abdalla dengan Athian 
Ali jika dirunut secara utuh (Anatomi) akan menghasilkan kesimpulan 
yang bisa dijadikan pijakan untuk mengatakan sebenarnya siapa yang 
layak memperoleh predikat menghina, dan melecehkan Islam.

Wacana yang digulirkan Ulil murni gagasan yang bersifat akademik, 
karena artikel yang dimuat kompas lebih banyak dilandasi oleh 
argumentasi, data dan fakta yang bisa dipertanggung jawabkan. Karena 
itu sebuah wacana keilmuan, tentunya siapapun yang membaca atau 
mengevaluasi perlu menjunjung tinggi etika, norma akademik dengan 
ciri-ciri; jujur, obyektif, transparan, independen dan tanpa 
prasangka. Kalau direnungkan secara sadar, sebenarnya Ulil ingin 
memberikan penyadaran kepada umat Islam (yang memiliki concern 
terhadap dinamika ilmu) membangun berbagai teori yang efektif untuk 
memberdayakan umat Islam agar bisa keluar dari jebakan krisis multi 
dimensional yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan berakhir. 
Kesalahan dan kegagalan terbesar umat Islam adalah keengganan umat 
Islam mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara jujur, 
obyektif dan ksatria. Islam sangat menjunjung tinggi aspek 
rasionalitas (akal), walaupun juga ada dimensi ta'abudi (keyakinan).

Dari aspek sosial, sebenarnya problem terbesar dan terberat untuk 
diselesaikan, bukan pada tataran melawan pola pikir yang dianggap 
menyimpang. Problem terbesar justru banyaknya perilaku umat Islam 
yang antara keyakinan dan ucapannya tidak sesuai dengan yang 
diamalkan. Banyak umat islam menyakini dan mengetahui bahwa menipu, 
hobong, Korupsi itu dilarang oleh Islam, tetapi banyak umat Islam 
ketika menduduki jabatan politik justru ikut rajin melakukan KKN, 
mereka juga tidak segan-segan membohongi rakyat, menindas dan 
berkhianat dengan rakyatnya sendiri. Justru orang-orang yang seperti 
itulah yang layak disebut menghina Islam, karena sikap dan perilaku 
itu jelas melanggar teks al-Qur'an secara eksplisit maupun implisit.

Athian Ali, terkesan terjebak pada pemahaman atau penafsiran normatif 
tekstual, karena pemahaman terhadap artikel Ulil dari aspek hitam-
putih. Yang pantas dikemukakan, mengapa Athian Ali begitu keras dan 
bersemangat merespon tulisan Ulil. Padahal jika dilihat dari derajat 
kesalahannya masih ikhtilafiyah,. Masih banyak umat islam lainnya 
yang mengatakan bahwa tulisan Ulil tidak pantas dihukum dengan fatwa 
hukuman mati. Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif, jelas 
melarang nama Muhammadiyah digunakan untuk ikut membuat keputusan 
mengenai fatwa mati bagi Ulil, begitu juga Presiden Partai Kedilan 
Hidayat Nurwahid. Guru Besar Ilmu tata Negara Jimly Asshidiqi, juga 
tidak sependapat dengan fatwa mati yang diberikan kepada Ulil Abshar-
Abdalla.

Kalau sekiranya Athian Ali bersemangat ingin menegakkan dan 
memperjuangkan Islam, harus dimulai dari upaya merespon atau melawan 
segala bentuk perilaku seperti praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme 
(KKN), penggusuran, pengkhianatan, perbuatan anarkhisme, berpolitik 
dengan menggunakan simbol-simbol agama, jual beli hukum dan keadilan. 
Padahal kasus seperti itu di atas bumi "country-region: Indonesia 
country-region" sangat banyak. Dari kasus ini, dapat dikatakan bahwa 
Athian Ali terkesan lebih beroriantasi motif politik dari pada 
orientasi menegakkan Islam. Justru fatwa mati bagi Ulil tidak akan 
menyelesaikan masalah, tetapi justru menambah masalah, menambah 
kebingunan dan bisa jadi menyesatkan umat Islam.

Sebuah Catatan. Sejelek-jelek sikap pemikiran, masih ada sisi 
kebaikannya, tetapi kalau perilaku KKN, kebohongan, jual beli hukum 
dan keadilan, penggusuran, perjudian, segala bentuk kemaksiyatan 
menurut konsep Islam jelas melanggar norma, dan hkumannya jelas di 
atur dalam al-Qur'an.

Pemikiran Ulil Abshar jika dilihat dari konteks ilmu (wacana 
intelektual) bisa dianggap proses motivasi untuk mengembangkan 
wacana pemikiran dalam Islam. Akan lebih kesatria kalau FUUI berani 
memberikan fatwa mati kepada sekelompok umat Islam yang melakukan 
praktek KKN, jual beli hukum, penindasan, pengugusuran, penipuan 
terhadap rakyat.

Mengapa pada saat masyarakat menuntut penegakan hukum dan penuntasan 
kasus KKN, FUUI diam seribu bahasa, tetapi ketika ada seseorang yang 
memiliki pemikiran yang berbeda dengan orang lain langsung 
mengeluarkan fatwa mati. Bagaimanapun, membela, menegakkan dan 
memperjuangkan Islam tidak bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan 
dan kalimat yang menakutkan bagi masyarakat. Membela Islam dilakukan 
dengan sikap mental dan perilaku yang benar-benar menghormati, dan 
menjunjung tinggi norma-norma yang ada dalam Islam. Selama membela 
Islam dilandasi mentalitas atau orientasi politik, selama itu pula 
Islam tidak pernah mencapai kejayaan atau kebesaran.[]

M Saekhan Muchith SAg MPd 

Pengamat Sosial Agama Dan Politik dari STAIN Kudus, Dosen Luar Biasa 
INISNU Jepara.