[Nusantara] Ketika Daerah hanya Menawarkan Kemiskinan

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Dec 17 09:24:28 2002


Ketika Daerah hanya Menawarkan Kemiskinan 

DERAH Khusus Ibukota (DKI) Jakarta memiliki jumlah
penduduk terbanyak dibandingkan dengan
provinsi-provinsi lain. Berdasarkan hasil sensus
penduduk pada 1980 tercatat jumlah penduduk 6,48 juta
jiwa, 1990 meningkat menjadi 8,23 juta, dan di akhir
2000 sudah mencapai 9,72 juta. Sementara luas wilayah
Jakarta hanya sekitar 655,7 km2. DKI Jakarta
menanggung penduduk yang semakin banyak dari tahun ke
tahun. 

Akibatnya, tingkat kepadatan penduduk per kilometer
persegi juga mengalami peningkatan. Pada 2000 saja,
kepadatan penduduk di DKI Jakarta sudah mencapai 14,7
ribu jiwa per km2. Salah satu penyebab di DKI terus
terjadi peningkatan jumlah penduduk adalah banyaknya
pendatang dari daerah lain yang dibawa oleh pemudik
setelah Lebaran. Sebenarnya, memang sudah sejak dulu
terjadi urban pascamudik seperti ini. 

Tapi, karena dulu jumlah penduduk masih bisa dikatakan
sedikit, dampaknya tidak begitu terasa. Memasuki
pertengahan era 1980-an sampai saat ini mulai terasa
kepadatan penduduk di DKI. Berdasarkan data dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil DKI, sejak 1998 sampai
2001 kenaikan jumlah penduduk DKI pasca-Lebaran
rata-rata 9,24%. 

Menurut Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
DKI Jaya Sylviani Murni, ada dua hal penyebab utama
fenomena urbanisasi pascamudik, yaitu kemiskinan di
daerah asal dan otonomi daerah yang belum terlaksana
dengan baik dan maksimal. Orang-orang di daerah selalu
beranggapan bahwa pendapatan untuk jenis pekerjaan
yang sama di Jakarta selalu lebih besar daripada di
daerah asalnya. 

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah hampir sebagian
besar tingkat pendidikan pendatang itu sangat rendah,
tidak lulus SD. Kebanyakan para pendatang di Jakarta
itu berasal dari Bogor, Bekasi, Jawa Tengah, Sumatra
Utara, dan Sumatra Barat. Mohamad Hatta, staf Subdinas
Bina Pendaftaran Dinas Kependudukan DKI, menyatakan
daya tarik lain dari Jakarta adalah potensi untuk
mendapat pekerjaan tampak lebih mudah bagi mereka,
meskipun itu hanya sebagai pengemis, pengamen,
pemulung. 

Yang pasti mereka selalu bisa mendapatkan uang untuk
makan. Meskipun sudah ada cerita dan diperingatkan
berulang kali bahwa Jakarta bukanlah satu-satunya daya
tarik terindah untuk kesejahteraan hidup mereka, tetap
saja orang-orang daerah itu tidak peduli. 

Lebih lanjut Hatta mengungkapkan, pihak Pemda DKI
sendiri terkadang heran, karena sepengetahuan pemda,
masing-masing daerah telah diberi jatah anggaran
khusus menangani masalah peningkatan SDM penduduk
mereka dan membangun sumber daya alam serta penciptaan
lapangan pekerjaan. Kenyataannya, masih saja penduduk
daerah berdatangan ke Jakarta. 

"Dulu pernah Pemda DKI menanyakan sejauh mana
penggunaan anggaran ini telah berjalan. Selalu saja,
jawaban staf di sana anggaran itu masih kurang." 

Tiga pihak 

Menyinggung tentang otonomi, Sylviani mengakui memang
sulit sekali menangani masalah itu dan diperlukan
kerja sama yang solid dari berbagai pihak. Ada tiga
komponen yang punya wewenang mengatasi problem ini,
yaitu pemerintah pusat di daerah asal, Pemerintah
Daerah DKI Jakarta sebagai tempat tujuan para urban,
dan pemerintah provinsi lainnya. Pemerintah daerah
asal harus memberikan anjuran yang keras bagi warganya
agar tidak mudah terbujuk oleh rayuan kerabat ataupun
sanak saudara mereka yang tinggal di Jakarta. 

"Berikan gambaran Kota Jakarta yang sebenar-benarnya
pada penduduk tersebut," ujarnya, seraya menambahkan
pemda hendaknya membekali masyarakatnya dengan modal
keterampilan agar terjadi peningkatan kualitas sumber
daya manusia di daerah. Pemda DKI sendiri sekarang
sedang berusaha menekan jumlah pendatang dari daerah
lain. Sampai saat ini cara yang sudah ditempuh adalah
memperketat persyaratan bagi pendatang yang ingin ke
Jakarta. 

Para pendatang harus memunyai tujuan kedatangan yang
jelas. Mereka juga harus bisa memutuskan akan menjadi
penduduk tetap atau musiman. Pihak Pemda DKI juga
bekerja sama dengan pemda-pemda di daerah asal
pendatang. Menurut Sylviani, kerja sama ini sebenarnya
baru saja dijalankan. "Selama ini, Pemda DKI berjalan
sendiri." "Maka dari itu, sekarang Pemda DKI
menjalankan operasi yustisi yang dijadikan semacam
inspeksi mendadak ke tempat-tempat rawan urban,
seperti di Bantaran Kali, tempat penyaluran pembantu
rumah tangga, dan kawasan permukiman padat. 

Semua pemerintah kota madya sudah melaksanakannya."
Operasi yustisi kependudukan ini dilakukan lima kali
dalam sebulan. Tindakan tegas yang diambil dalam hal
ini adalah bila para pendatang itu tidak memiliki KTP
Jakarta dan tidak ada pekerjaan tetap, mereka
secepatnya dipulangkan ke daerah asalnya. Sedangkan
untuk pengemis, pengamen, dan gelandangan, serta
anak-anak kecil telantar dimasukkan dalam kategori
PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial). 

Perlakuan terhadap mereka sedikit berbeda. Sebelum
dipulangkan, mereka yang umumnya masih termasuk usia
produktif ini diberi modal pengetahuan dan
keterampilan untuk peningkatan potensi kualitas diri
dan diharapkan bisa disumbangkan bagi daerahnya.
CR-26/M-5 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com