[Nusantara] Memahami Kontroversi Tulisan Ulil

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Dec 13 06:01:01 2002


Memahami Kontroversi Tulisan Ulil 

Ratno Lukito 

TULISAN Ulil Abshar Abdalla Menyegarkan Kembali
Pemahaman Islam ternyata menuai badai. Beberapa tokoh
ulama Islam yang tergabung dalam berbagai organisasi
masyarakat beberapa waktu lalu menggugat tulisan
tersebut karena dianggap telah melecehkan dan menghina
ajaran Islam. Mereka bahkan sampai pada pendapat
hukuman mati bagi penulis semacam itu. 

TOKOH muda penggagas pemikiran Islam liberal ini sejak
beberapa tahun lalu memang dikenal sangat vokal
memperjuangkan pencerahan pemikiran Islam di negeri
ini. Pemikiran semacam itu sejatinya bukanlah hal yang
baru. Tokoh-tokoh seperti Ahmad Wahib maupun
Nurcholish Majid, untuk menyebut beberapa saja, sudah
sejak tahun tujuh puluhan mendahului dia menjadi
lokomotif pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
Hanya saja kemunculan tulisan Ulil tersebut tampaknya
memang bertepatan dengan situasi dalam negeri pada
akhir-akhir ini yang belum reda dengan isu-isu global
diseputar Islam dan Barat. Sehingga seolah-olah
tulisan itu keluar dari konspirasi pihak-pihak
tertentu untuk menjatuhkan Islam. 

Kontinuitas vs perubahan 

Tapi apa benar ia telah melakukan penghinaan terhadap
Islam gara-gara tulisan tersebut? Pertanyaan ini tentu
tidak mudah menjawabnya sebab secara legal istilah
"penghinaan" itu sendiri tidak pernah secara gamblang
bisa didefinisikan. Apakah bisa dikatakan menghina
Islam kalau seseorang mengemukakan pemikirannya
tentang agama yang berbeda dengan pendapat orang lain?
Apakah gara-gara pemikiran Ulil berlawanan dengan
warna mayoritas ulama di negeri ini sehingga ia bisa
dengan mudah dianggap telah melakukan penghinaan dan
pemutarbalikan ajaran Islam? 

Agaknya memang tidak mudah bagi tokoh pemikir Islam
semacam Ulil menghadapi kenyataan masih banyaknya
masyarakat kita yang memahami Islam sebagai "pakaian
jadi" yang tinggal dipakai di manapun dan kapan pun.
Situasi semacam ini sesungguhnya tidak spesifik
Indonesia. Di belahan dunia Islam mana pun pemahaman
semacam itu masih menjadi nomenklatur umum, sehingga
usaha pencerahan dan pembaruan pemikiran agama
senantiasa menemui masalah karena dianggap sebagai
pendobrakan terhadap institusi yang sudah mapan. 

Dalam hal seperti ini kelompok penentang pembaruan
senantiasa menampilkan dirinya sebagai guardian of the
faith, yang pada prakteknya menjadi agen utama
pemertahanan institusi agama tersebut dari segala
macam pengaruh gelombang perubahan. Doktrin bid’ah
bagi mereka menjadi sangat luas pemakaiannya, tidak
hanya spesifik pada aspek ibadah mahdlah tetapi juga
aspek diluar itu, yaitu aspek agama itu sendiri secara
umum. Islam karenanya menjadi sangat rigid dan
antirejuvenalisasi karena segala upaya pemikiran ulang
ajarannya senantiasa dihakimi sebagai tindakan bid’ah
yang sesat dan menyesatkan (kullu bid’atin dlalalatun
wa kullu dlalalatin finnaar). 

Tulisan Ulil sejatinya hanya sekedar contoh dari suara
sebagian anak muda cerdas yang jenuh dengan situasi
kekinian di mana agama (Islam) tidak mampu lagi
ditangkap élan vita-nya oleh masyarakat. Anak-anak
muda itu dalam setiap kesempatan senantiasa berpikir
bagaimana agar ajaran agama mampu memberikan tuntunan
dalam kehidupan yang senantiasa berubah. Bagaimana
agama dapat dipahami sedemikian rupa sehingga
ajaran-ajarannya senantiasa memberikan pencerahan
kepada masyarakat. Bagaimana doktrin-doktrin Islam
dapat diterima dalam alam kehidupan yang sudah sangat
berbeda dengan masa di mana Islam pertama kali
diturunkan. 

Disini Ulil sebetulnya hanya menuliskan suara hati
kegelisahan anak-anak muda tersebut. Cobalah simak
kalimat pertama yang ia goreskan ketika membuka
tulisannya yang kontroversial itu: "Saya meletakkan
Islam pertama-tama sebagai sebuah ’organisme’ yang
hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan
denyut nadi perkembangan manusia." Dengan sangat
gamblang, Ulil hanya ingin mengatakan bahwa Islam
bukanlah barang mati, tetapi subyek yang berkembang
searah jarum jam perjalanan sejarah manusia. Islam,
karenanya berada dalam sejarah itu sendiri dan
bukannya di luarnya. 

Walhasil, Islam harus tidak dilepaskan dari ikatan
kultur di mana Islam itu tumbuh dan berkembang.
Performen keagamaan dalam Islam senantiasa dipengaruhi
oleh variabel budaya tempatan. Artinya, harus dipahami
bahwa penampilan Islam di suatu tempat tidaklah harus
disamakan dengan penampilannya di lain ruang dan
waktu. Islam di Arab tentu bersifat kearaban, karena
itu wajar jika Muslim di Indonesia berkeinginan untuk
menampilkan Islam secara keindonesiaan pula. Inilah
poin lanjutan dari tulisan Ulil tersebut. 

Menempatkan Islam dalam relativitas ruang dan waktu
sebagaimana di atas sejatinya juga bukan hal yang baru
dalam sejarah pemikiran Islam. Tapi harus pula
dipahami, bahwa pemikiran ini memang selalu mengundang
kontroversi, karena oleh para oponennya ia
dikhawatirkan akan melahirkan ketidakpastian dalam
ajaran agama. Batas antara yang kekal (continuity) dan
yang berubah (change) menjadi tidak jelas lagi. Dalam
fenomena hukum Islam (Syariah), tarik ulur antara dua
ekstrem ini juga tidak pernah selesai (N.J. Coulson,
Conflicts and Tensions in Islamic Law). Memang,
membedakan mana dari aspek agama yang rigid dan mana
yang fleksibel terhadap perubahan bukan pekerjaan yang
mudah. 

Sakral vs profan 

Berkenaan dengan Syariah sebagai salah satu inti
ajaran Islam, saya melihat bahwa sebetulnya Ulil
sekadar ingin merefleksikan kembali pendapat bahwa
institusi hukum dalam Islam sebetulnya senantiasa
bertalian dengan tradisi tempatan masyarakat. Dalam
proses pembentukan dan perkembangannya Islam
senantiasa membuka diri dengan nilai-nilai ranah
sosial masyarakat. Karenanya mengapa substansi hukum
yang diderivasikan dari budaya masyarakat lokal (Arab,
saat itu) sering diadopsi oleh Nabi untuk masuk dalam
lingkup sistem hukum agama yang sakral (Wael Hallaq,
History of Sunni Ushul Fiqh). Ambil contoh institusi
hukum warisan, qisas, maupun hukum keluarga lainnya.
Kita melihat betapa nilai-nilai adat masyarakat Arab
sangat kental dalam filsafat bangunan hukumnya. Dengan
demikian, dalam proses perkembangan berikutnya
bangunan Syariah Islam perlu juga mengadopsi tradisi
hukum dalam masyarakat tertentu di mana ia
dikembangkan. Inilah esensi kaidah usul fiqh Al-Adah
Muhakkamah. 

Walaupun terasa emosional, tapi Ulil benar ketika ia
memberi contoh beberapa tradisi seperti berjenggot,
berjubah, berjilbab, maupun hukum potong tangan
sebagai tradisi Arab yang tidak perlu diikuti. Ia
sebetulnya hanya ingin memisahkan mana yang sakral dan
mana yang profan. Yang sakral dan immutable dalam
sistem hukum Islam adalah nilai-nilai hukum universal
(the values of universal law) yang dibawa Islam itu
sendiri sedangkan aspek substantive hukumnya bersifat
profan dan mutable. 

Terlepas dari pro dan kontra, tulisan itu harus
dilihat secara jernih sebagai bagian dari perkembangan
cara berpikir tentang agama yang dalam situasi
kekinian perlu untuk terus didengungkan di Tanah Air.
Kekeliruan Ulil mungkin hanya pada metode
penyampaiannya yang terasa meledak-ledak dan
emosional. Tapi ini tentu khas anak muda kan?
Kenyataan bahwa ia telah berhasil mengekspresikan
fenomena pemikiran Islam yang selama ini tidak
berhasil diungkap secara sederhana dan lugas oleh
orang lain tentu harus diakui. 

Apa yang perlu kita lakukan sekarang adalah
mengarahkan konflik pemikiran Islam di Tanah Air
menjadi wacana yang sehat dan membangun. Kita harus
menyadarkan diri kita masing-masing bahwa sebetulnya
"kebenaran" itu banyak (the truth is not singular).
Oleh karena itu apa yang pernah dikemukakan oleh JK
Bernstein (Beyond Objectivism and Relativism, 1983)
sebagai dialogue of the truth sungguh sangat perlu
dilakukan dalam menghadapi pluralisme kebenaran itu.
Dan bukan justru mengancamnya dengan hukuman mati. 

Ratno Lukito, Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com