[Nusantara] Migran Berdatangan, Kriminalitas Berhamburan

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Fri Dec 13 06:00:52 2002


Migran Berdatangan, Kriminalitas Berhamburan 

Oleh N. Gelebet 

KETIKA Wong Aga manusia perahu ras Mongolid mendarat
di pantai Bali, Wong Mula Ufo Astroid terdesak ke
pedalaman. Kemudian awal Masehi berdatangan Wong Arya
ras Melanesoid mendesak posisi Wong Aga ke pegunungan.
Kini migran Wong Sunantara berdatangan bisa jadi
sejuta per tahun. Manakala sesaat lagi mereka sampai
melebihi jumlah penduduk asli, masihkah ada Bali
dengan kebaliannya? 

Uniknya, yang datang kemudian selalu menguasai pantai
ke arah dataran, sementara yang sebelumnya terdesak ke
pedalaman. Kini pola serupa berlanjut bukan saja
mendesak namun cenderung menggusur dengan
mengembangkan hunian, real estate dan kawasan dengan
peradaban nonlokal. Bukan sebatas pantai ke arah
dataran, namun pegunungan dengan hutan lindung dan
kawasan suci pun ditransaksikan, dampak sosial dan
kerusakan lingkungan pun tak terhindarkan. 

Keresahan makin tinggi, ketika migran berdatangan dan
dalam jumlah yang makin membludak, kriminal pun
berhamburan. Keberadaan mereka di kelas bawah memicu
masalah PKL, kekumuhan, sampah dan limbah, sedangkan
di kelas menengah memacu merebaknya warung tenda,
pasar liar, shabu-shabu dan esek-esek. Mereka juga
berhasil merebut peluang di kelas atas dengan
membangun koloni-koloni peradabannya yang tidak
senapas dengan peradaban lokal yang ritualistis
religius magis. 

Mengapa hal itu dapat terjadi dengan mudahnya, siapa
yang seharusnya bertanggung jawab dan bagaimana
menyikapi tanpa memicu konflik yang memang rawan
adanya? Langkah perundangan dan tindakan penertiban
yang memang telah berulang digelar, tidak akan
menyelesaikan masalah. Karena orientasinya tetap saja
dana, peluang kontribusi dan eksploitasi tanpa
eksplorasi untuk menemukan akar masalahnya. 

Kemudahan Digampangkan 

Infrastruktur yang dibangun dengan aset lokal,
pinjaman yang menjadi utang warisan dan pajak dalam
beragam bentuknya, akhirnya dinikmati oleh mereka yang
berdatangan. Kepentingan lokal diposisikan untuk kalah
dengan dalih untuk kepentingan yang lebih besar, namun
realitasnya untuk mereka yang berdatangan. Gampang
kaya, dengan mudah mendapatkan pendapatan layak di
ladang dolar yang namanya pariwisata Bali. Itulah
harapan yang memotivasi mereka berdatangan, merangsang
kelompoknya mengundang masyarakatnya, melenggang
berdatangan. Harapan tersebut memang menjadi
kenyataan, dari sektor nonformal sampai yang formal,
dari pekerja kasar sampai yang profesional, dari kota
sampai ke desa-desa, dari pantai idola sampai ke subak
pegunungan, dari kaki lima sampai yang berbintang lima
dengan mudahnya mereka dapatkan dari peran lokal yang
telanjur asyik menikmati kemanjaan konsumtif dan
kemewahannya. 

Mengapa datang dan berdomisili di Bali begitu mudahnya
sehingga ratusan ribu dalam setahun migran
berdatangan, menetap nyaris tanpa hambatan? Dari
awig-awig sampai Perda Kependudukan dari dulu memang
ada namun nyaris tak berlaku. 

Ada gejala faktor historis yang menggampangkan, dengan
mendudukkan mereka yang leluhurnya lima ratus tahun
silam berdatangan ke Bali. Kini migran yang
berdatangan disambut dengan kemesraan, kerinduan dan
kemanjaan. Migran juga berdatangan membawa daun
sorgawi dan daun-daun muda untuk ditransaksikan di
kafe-kafe. Berita penangkapan sesungguhnya promosi
barang baru, di mana dan berapa tarifnya diiklankan
sebagai berita. Pembersihan oleh pecalang justru
dipandang sebagai mengambil alih lahan subur di bidang
itu. 

Gampang menguasai peluang, dengan kelihaian diplomasi
lobi pada penguasa pengambil keputusan, biasanya tidak
ada yang sulit, yang sukar pun bisa digampangkan. Para
pengelola Bali orangnya ramah-ramah, akomodatif,
permisif, penuh toleransi, sangat menjiwai prinsip
persatuan dan kesatuan dengan semangat juang yang
tinggi. Adai disanjung melambung, pegang kelemahannya,
peluang usaha dan kesempatan kerja pun tidak sulit
didapatkan. Lebih jauh, masyarakat Bali punya konsep
kepribadian tat twam asi sehingga akrab, apa pun
milikku adalah milikmu, peluang pun diserahkan.
Pemikiran moralis ngawe sukaning wong len dan
karmapala diberlakukan. Bila migran yang berdatangan
merasa senang, buah-buahan nikmatnya bukan tak mungkin
diterima sebagai pahala bagi yang menggampangkan. 

Gampang memenangkan persaingan, gontokan bebas. Migran
yang berdatangan nyaris tanpa keterampilan berkualitas
namun dengan gampang memenangkan persaingan. Komponen
lokal asyik dengan nikmat alam budayanya, puas dengan
apa yang diwarisi sehingga merasa tidak perlu
memenangkan persaingan. Produk-produk unggulan Bali
kini terdesak produk luar yang menjadikan Bali sebagai
etalase produknya untuk berlabel Bali. Kerajinan Bali,
sapi Bali, babi Bali, beras Bali, salak Bali, jeruk
Bali, cenderung terdesak kalah bersaing. 

Jelas, dengan menggampangkan segalanya kini Bali
terasa makin sulit berkiprah dengan terjadinya
ketersesakan rasa ruang, kerusakan lingkungan dan
kriminal berhamburan yang makin mengancam. Bom Bali
tragedi Kuta memang memprihatinkan, namun perlu
dimaknai sebagai peringatan, mungkin bukan kutukan.
Para penguasa pengambil keputusan dalam mengelola Bali
ke depan hendaknya memahami dengan baik dan benar apa
yang menjadi tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab
wewenangnya. Jangan digampangkan agar tidak menemui
kesukaran dalam pembangunan, pengelolaan, pengendalian
dan pemantauan Bali ke depan. 

Kependudukan memang terkait erat dengan pendidikan.
Makin tinggi dan berkualitas pendidikan, makin mudah
mengelola kependudukannya. Namun, moralitas adalah
muara akhir keberhasilan, kemenangan, keunggulan dan
keterpecayaan bagi suatu komunitas peradaban yang
berbudaya. 

Sistem bebanjaran dalam pengelolaan kependudukan di
Bali sudah terbukti keunggulannya sehingga perlu
diteladani, bukan ditelantarkan dengan mengadopsi
konsep-konsep dangkal tanpa mengadaptasikan dengan
sistem yang telah mengakar. Sistematika
penyelenggaraan, status kependudukan, stratifikasi
keanggotaan kemasyarakatan dan strategi pemantauan
untuk pengendalian pengelolaannya memang teruji
keunggulannya sejak masa-masa kerajaan, kolonial,
kemerdekaan dan kini di masa global. 

Stratifikasi Status Kewargaan 

Warga ngarep, warga dunungan dan warga tamiu adalah
pola dasar kewargaan masyarakat dalam sistem
bebanjaran yang selektif akomodatif, beradaptasi aktif
dalam menyikapi faktor luar. Bukan mengadopsi sistem
budaya impor atau nilai-nilai yang dibawa serta oleh
migran yang memang sulit dibendung, namun gampang,
tidak perlu disulit-sulitkan. Sementara yang memang
sulit jangan digampangkan agar migran jangan
kebablasan. 

Apa itu warga ngarep, warga dunungan dan warga tamiu,
bagaimana pemahaman tugas, hak dan kewajibannya,
mengapa dengan kebenaran itu Bali tetap ajeg namun
terancam manakala diabaikan? Seharusnyalah keunggulan
itu yang telah teruji keampuhannya ditindaklanjuti,
bukan disikapi dengan kepasrahan, patuh pada
pengkondisian yang mengorbankan kebalian Bali sebagai
lahan kiprah migran yang berdatangan. 

Dengan demikian, pengelolaan, pemantauan dan
pengendalian kependudukan memang seharusnya menjadi
kewenangan banjar dengan sistem bebanjarannya, sebatas
tugas, kewajiban, hak dan wewenangnya. Permasalahan
antarpropinsi seperti mengapa migran berdatangan,
adalah tugas dan tanggung jawab Pemprop. Sedangkan
permasalahan di daerah seperti kekumuhan, sampah,
limbah, gepeng, shabu-shabu, esek-esek, kriminalitas
dan dampak lainnya, Pemkab/Pemkotlah yang seharusnya
bertanggung jawab, tanpa menuntut dana imbalan karena
memang tugas dan kewajibannya karena haknya telah
diterima sesuai penjenjangan stratifikasi statusnya. 

Tugas banjar di mana desa adalah sekumpulan banjar,
tidak bisa dibebani program-program birokrasi dengan
tetek bengeknya yang menjauh dari demokrasi harapan
reformasi yang tak kunjung terwujud. 

Akankah pengelolaan kependudukan Bali ke depan
terkendali sesuai harapan atau terjejali makin sarat
karena setiap penambahan berarti pemasukan? Perlu
disadari bahwa nikmat saat ini adalah kebenaran
leluhur masa lampau, sedangkan kekeliruan saat ini
akan menjadikan bencana masa depan yang secara moralis
karmapala tetap harus dipertanggungjawabkan. 

Penulis, dosen arsitekrur Fakultas Teknik Unud,
tinggal di Denpasar 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com