[Nusantara] Perang Baru terhadap Korupsi

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 10:36:14 2002


Perang Baru terhadap Korupsi 

KENDATI genderang perang terhadap korupsi di Indonesia
sudah terdengar sejak lama, korupsi itu sendiri
memiliki seribu nyawa, sehingga walau terus diperangi
korupsi tak kunjung mati. Bahkan, korupsi semakin
ganas dan perkasa, dalam era reformasi sekalipun.
Sekarang perang terhadap korupsi sudah dicanangkan,
dan sudah lahir komisi baru antikorupsi dengan
kewenangan yang luar biasa. Akankah untuk pertama
kalinya korupsi di Indonesia mampu ditaklukkan?
Ataukah seperti biasa, kita harus kecewa karena
korupsi malah semakin meningkat dan lebih perkasa? 

Demikian pengantar diskusi Parliament Watch yang
dipandu oleh Denny JA dengan menghadirkan Ketua Komisi
II DPR Teras Narang dan pakar hukum Todung Mulya
Lubis. Sementara Ketua KPKPN Yusuf Syakir juga tampil
melalui pembicaraan jarak jauh. 

Mungkin inilah harapan terakhir untuk memberantas
korupsi dengan terbentuknya Komisi Pemberantasan
Korupsi yang memiliki kewenangan sangat besar.
Kewenangan seperti itu tak pernah dimiliki komisi lain
sebelumnya. Selain komisi ini memiliki kewenangan
untuk menyelidiki korupsi, ia juga berwenang untuk
menuntut sang koruptor di samping memunyai tugas
mencegah perilaku korupsi. Komisi ini juga bertindak
represif dan mengambil alih kasus korupsi yang belum
selesai. 

Kasus korupsi yang ditangani komisi ini akan segera ke
pengadilan karena secara sengaja komisi ini tidak
diberi kewenangan untuk menghentikan penyelidikan.
Namun, pengalaman masa lalu membuat optimisme itu
tidak menyala dan makin redup serta bercampur dengan
apatisme, bahkan juga pesimisme. 

Sejak reformasi, sudah banyak undang-undang yang
dibuat untuk memberantas korupsi dan komisi untuk
melawan korupsi. Baik yang dibentuk oleh DPR maupun
yang tumbuh dalam masyarakat. Semangat antikorupsi
tumbuh, malah sebagai tema awal reformasi, dan
berbagai pidato antikorupsi semakin ramai diteriakkan.
Namun, korupsi malah semakin parah. 

Pernyataan lembaga internasional yang berwibawa
seperti Transparansi Internasional, pada awal
reformasi 1998 menyatakan angka korupsi di Indonesia
sudah cukup parah, dua koma nol. Bahkan sesudah empat
tahun reformasi, pada 2002 korupsi justru bertambah
parah. Angka korupsi menjadi 1,9, namun semakin kecil
angka korupsi semakin parah tindakan korupsi itu
terjadi. Apa yang salah? Padahal di era reformasi
sudah bebas, dan DPR dipilih dalam pemilu yang
demokratis. Selain itu, juga sudah dibentuk KPKPN
(Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara) yang
mengobok-obok harta pejabat. 

Akar persoalan selama ini bukan karena kekosongan
hukum yang komprehensif, tetapi pada tataran praktis.
Komitmen pemimpin diragukan, sedangkan law enforcement
di lapangan sangat lemah. Ketika Ketua DPR dinyatakan
bersalah karena kasus korupsi, anggota DPR tetap
membelanya dan membiarkannya memimpin DPR. Demikian
pula, ketika isu amplop yang beredar di DPR, sang
pengedar isu malah dikucilkan oleh rekan-rekannya
sendiri. 

''Apa keistimewaan komisi ini, sehingga kita bisa
optimistis bahwa suatu ketika korupsi akan KO di
Indonesia?'' tanya Denny kepada Teras Narang yang
tampil sebagai pembicara pertama. 

Menjawab pertanyaan itu, Teras mengatakan, bahwa
korupsi sudah merupakan fakta yang tidak bisa
dimungkiri, sebagai suatu kejahatan yang luar biasa.
Atau biasa disebut dengan extra ordinary crime. Karena
sudah dikatakan sebagai kejahatan yang luar biasa,
maka harus dilakukan suatu upaya penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
Juga dilakukan dengan suatu upaya yang luar biasa.
Dengan dasar pemikiran ini, kita menoleh kapada
aparatur penegak hukum. Apakah kepolisian dan
kejaksaan sebagai penuntut umum ataukah pengadilan
belum memenuhi harapan masyarakat? Dengan pemikiran
ini kemudian dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi
sebagai dasar filosofis. Tetapi ada dasar yuridisnya,
yaitu Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 3.
Dalam Tap MPR No IV Tahun 1998, juga terdapat
pasal-pasal yang menjadi pertimbangan pembentukan
komisi pemberantasan korupsi. 

Komisi Pemberantasan Korupsi memunyai lima tugas,
yaitu koordinasi dengan melakukan supervisi dan
penyelidikan, penyidikan, sampai dengan penuntutan.
Kemudian dua tugas penting lainnya yaitu pencegahan
dan selanjutnya melakukan monitoring. ''Karena Komisi
Pemberantasan Korupsi ini merupakan suatu superbody,
maka yang ada di dalamnya nanti adalah superman, para
anggota yang diberi nama pimpinan komisi pemberantasan
korupsi,'' tutur Teras. 

Dalam kesempatan ini Teras mengemukakan keinginannya
agar dalam lembaga superbody itu nantinya ada seorang
wanita perkasa dari lima pimpinan komisi. Namun,
proses pembentukan komisi ini terlebih dulu dilakukan
suatu proses seleksi anggota. Panitia seleksi yang
nantinya akan dibentuk oleh pemerintah melakukan
penjaringan calon-calon anggotanya dari unsur
masyarakat dan pemerintahan. Dari hasil penjaringan
inilah kemudian disampaikan kepada masyarakat, agar
masyarakat secara transparan akan menjelaskan
moralitas dan integritasnya. Prinsip utamanya adalah
transparansi, dan mengharapkan adanya partisipasi dari
masyarakat. 

Dalam perekrutan itu kemudian akan dipilih lima orang
pimpinan yang terdiri seorang ketua dan empat orang
wakil ketua yang terbagi dalam lima bidang. 

Sementara Todung Mulya Lubis sebagai pembicara
berikutnya mengatakan bahwa yang terpenting Indonesia
untuk pertama kali memiliki sebuah undang-undang yang
komprehensif. Sedemikian komprehensifnya sehingga dia
mengatur kekuasaan sebuah komisi begitu luas dan
begitu dahsyat. Kegagalan dari komisi-komisi
sebelumnya, karena tidak adanya landasan hukum yang
cukup komprehensif dan tegas seperti ini. 

Hal-hal yang dikemukakan oleh Teras Narang tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah hal-hal yang ideal
sekali. Permasalahannya, apakah bisa nantinya
didapatkan orang-orang superman dan superwoman seperti
yang diharapkan. Mereka benar-benar orang yang
diyakini tidak akan menyalahgunakan kekuasaan yang
demikian hebat, sehingga tujuan-tujuan ideal tadi bisa
dicapai. Apabila hal itu tidak dapat dicapai, maka
akan menjadi suatu puncak dari kekecewaan masyarakat. 

Untuk memperoleh orang-orang terbaik seperti yang
diharapkan tadi akan melalui suatu proses seleksi.
Dalam hal ini publik juga memunyai hak dan kewajiban
untuk melakukan kontrol terhadap panitia seleksi ini.
Yang dikhawatirkan, keterbatasan sumber daya manusia
saat ini untuk mendapatkan orang-orang yang berpotensi
yang akan dijaring oleh tim seleksi. 

Komisi yang nantinya memunyai tugas penyidikan,
penyelidikan, dan penuntutan dibutuhkan manusia yang
betul-betul kapabel, agar bisa membawa kasus ini ke
pengadilan. Dalam hal ini komisi akan dihadapkan pada
kelemahan-kelemahan dakwaan, sehingga tugas-tugas yang
akan dilaksanakan adalah pekerjaan raksasa. 

Untuk kasus-kasus yang menarik perhatian publik, di
atas Rp1 miliar komisi bisa langsung melakukan
penyidikan. Sedangkan kekuasaan yang lain adalah
menyadap percakapan dan merekam pembicaraan dan
melakukan pencegahan agar tidak lari ke luar negeri,
meminta keterangan kepada bank, memblokir rekening,
menghentikan sementara transaksi perdagangan.
Kekuasaan sebesar ini belum pernah ada. Namun, yang
menjadi pertanyaan, siapakah yang akan mengontrol
lembaga ini nantinya? 

Ketua KPKPN Yusuf Syakir sebagai pembicara ketiga
mengatakan dengan berdirinya komisi antikorupsi maka
KPKPN akan berakhir riwayatnya. Walaupun suara-suara
resmi mengatakan bahwa KPKPN akan berada di bawah
bagian pencegahan. Namun, dalam Pasal 71 ayat 2
mengatakan bahwa pasal-pasal yang mengatur tentang
KPKPN, yakni Pasal 10 hingga 19 tidak berlaku lagi.
Termasuk Pasal 17 yang menyatakan bahwa KPKPN memunyai
kewenangan dan tugas memeriksa, memantau,
mengklarifikasi, menyelidiki laporan KKN dari
pejabat-pejabat negara semuanya dihapus. Dengan
demikian, tugas KPKPN tidak diambil alih, sebagaimana
dalam Pasal 13, Komisi Antikorupsi memunyaii
kewenangan untuk mendaftar dan memeriksa kekayaan
penyelenggara negara. Tetapi, berikutnya tidak ada
satu pasal pun yang menggambarkan bagaimana mendaftar
dan memeriksanya. ''Saya merasa prihatin, karena
tugas-tugas KPKPN ternyata tidak seluruhnya diambil
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,'' tutur Syakir. 

Menanggapi masalah ini Teras Narang mengatakan,
mengenai fungsi dan wewenang KPKPN dalam Pasal 70 ayat
2, itu baru akan berlaku apabila Komisi Pemberantasan
Korupsi sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Beradasarkan undang-undang ini, maka
selambat-lambatnya sudah berdiri dalam satu tahun.
Sebaliknya KPKPN masih bisa bekerja selama Komisi
Pemberantasan Korupsi belum melaksanakan tugasnya. 

Namun, menyanggah keterangan Teras, Yusuf Syakir
mengatakan bahwa penjabaran tentang langkah
operasional yang belum diatur dalam undang-undang
merupakan kelemahan. Tugas operasional yang diatur
dengan peraturan produk komisi tidak akan sekuat
apabila pangaturan dicantumkan dalam undang-undang.***



=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com