[Nusantara] Indonesia Mengarah ke Negara Gagal?

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 06:48:39 2002


Indonesia Mengarah ke Negara Gagal? 

The Washington Quarterly, majalah bergengsi di Amerika
Serikat yang memusatkan perhatian pada kajian masalah
internasional dan strategis, baru-baru ini mengupas
secara khusus fenomena negara-negara gagal (failed
states) dalam kaitan dengan maraknya terorisme dunia.
Sebuah negara bangsa dianggap gagal karena ia tidak
lagi bisa memenuhi kebutuhan politik rakyatnya dengan
baik. 

Sindrom dari negara gagal antara lain keamanan rakyat
tidak bisa dijaga, konflik etnis dan agama tak kunjung
selesai, korupsi merajalela, legitimasi negara terus
ditentang dan menipis, ketidakberdayaan pemerintah
pusat dalam menghadapi masalah dalam negeri, dan
kerawanan terhadap tekanan luar negeri. (Robert I
Rotberg, The Nature of Nation-State Failure, 2002). 

Merujuk pada sindrom tersebut dan keterpurukan yang
dihadapi Indonesia, kita perlu bertanya di penghujung
tahun 2002 ini: Apakah betul Republik ini sedang
mengarah kepada negara gagal? Memang hanya beberapa
dari 191 negara bangsa di dunia yang sekarang masuk
kategori negara gagal (failed state) atau hancur
(collapsed state) yang merupakan tahapan akhir dari
kegagalan negara. Lusinan lain masuk dalam kategori
negara lemah (weak state) dan merupakan calon
potensial dari kegagalan negara. 

Selama dekade lalu, setidaknya ada tujuh negara yang
dalam kategori negara gagal, yaitu Afghanistan,
Angola, Burundi, Republik Demokratik Congo, Liberia,
Sierra Leone dan Sudan. Di antara tujuh negara gagal
itu, yang betul-betul sampai hancur menjadi collapsed
state hanya satu, yaitu Somalia. Sedangkan contoh
negara yang lemah adalah Columbia. Pertanyaannya:
Bagaimana Indonesia? 

Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu dikaji lebih
dalam lagi mengenai gejala-gejala atau sindrom dari
sebuah negara gagal. Baru dari situ bisa diputuskan
posisi Indonesia ada di mana. 

Political Goods 

Sebuah negara bangsa lahir untuk memberikan
barang-barang politik (political goods), seperti
keamanan, pendidikan, pelayanan kesehatan, hukum dan
keadilan, serta infrastruktur seperti jalan dan
fasilitas komunikasi yang diperlukan oleh segenap
rakyatnya. Negara gagal tak bisa memberikan semua
kewajiban itu kepada rakyatnya. 

Negara lalu kehilangan fungsinya sebagai penyedia
barang-barang politik tadi. Fungsi-fungsi tersebut
secara terbatas diambil alih oleh para warlords dan
aktor non-negara lainnya. Singkatnya, negara gagal
tidak lagi mampu atau tidak mau melaksanakan tugas
sebagaimana sebuah negara bangsa di dunia modern
sekarang ini. 

Sebagaimana dikemukakan oleh Rotberg, di negara gagal
masalah keamanan dan kestabilan tidak bisa dinikmati
rakyat. Di banyak negara gagal, misalnya, pasukan
pemerintah bertempur dengan gerilyawan atau kelompok
separatis, terjadi perlawanan terhadap legitimasi
pemerintah pusat, macam-macam kerusuhan sipil terjadi,
konflik etnis dan teror mengancam stabilitas nasional.


Negara gagal tidak mampu menjamin keamanan rakyatnya,
padahal keamanan adalah barang politik paling utama
yang dibutuhkan rakyat. Bukankah warga bergantung
kepada negara dan pemerintah pusat untuk mengamankan
mereka supaya bebas dari rasa takut? Oleh karena
negara gagal tidak mampu menciptakan iklim keamanan di
seluruh negeri (biasanya pemerintah pusat sulit untuk
menunjukkan kekuasaannya di luar Ibukota negara), maka
para warlords menguasai daerah-daerah tertentu yang
sulit dijangkau kekuasaan negara dan mengancam warga. 

Di negara gagal lembaga-lembaga politik yang ada
sangat lemah dan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Satu-satunya lembaga politik yang masih jalan hanya
eksekutif. Jika pun lembaga legislatif masih ada,
mereka hanya mesin stempel saja. Debat demokrasi
sebagaimana layaknya sebuah parlemen yang riuh di
negara modern tidak terjadi. Keputusan-keputusan yang
dikeluarkan ditentukan oleh pihak penguasa. 

Begitu juga lembaga yudikatif. Lembaga kehakiman tidak
ubahnya kepanjangan tangan dari eksekutif ketimbang
sebuah lembaga peradilan yang independen. Warga tahu
betul bahwa mereka tidak bisa berharap banyak kepada
peradilan, terutama dalam kasus-kasus yang melawan
pemerintah atau negara. Birokrasi dan aparat
pemerintah bukan lagi abdi negara atau abdi
masyarakat, melainkan sudah berubah menjadi abdi
penguasa yang hanya melaksanakan titah penguasa
ketimbang melayani rakyat. Militer, barangkali
satu-satunya, lembaga yang masih punya integritas,
namun angkatan bersenjata dari sebuah negara gagal
sering dipolitisasi tanpa semangat korps yang
semestinya mereka pegang. 

Di negara gagal ketimpangan ekonomi tampak mencolok.
Kue ekonomi tidak dibagi secara adil melainkan hanya
kepada kelompok tertentu saja. Mereka yang dekat
kepada penguasa bertambah kaya, sedangkan yang miskin
bertambah papa. Keuntungan melimpah bisa didapat dari
spekulasi mata uang, percaloan, dan pengambilan
kebijakan. Makanya korupsi merajalela di negara gagal.
Koruptor menyimpan hasil korupsinya di bank-bank luar
negeri, bukan di negerinya sendiri yang justru sangat
membutuhkan kapital. Yang lain membangun istana dan
membeli mobil mewah dengan uang negara. 

Ulah Manusia 

Terjadinya negara gagal bukan karena kebetulan atau
kecelakaan, tapi ulah manusia. Kebijakan dan kesalahan
elite kepemimpinan telah menghancurkan negara.
Pemerintahan kleptokrasi Mobutu Sese Seko menguras
habis sumber daya Zaire untuk kepentingan kroni dan
keluarganya. Selama empat dekade, sedikit sekali uang
yang mengucur kepada rakyat, apalagi untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Pemerintahan Mobutu
hanya mengurus kepentingan keluarga dan kroni Mobutu,
dan bukan untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat
Zaire. 

Negara kaya minyak Angola menjadi negara gagal bukan
saja karena selama tiga dekade dilanda perang,
melainkan juga karena Presiden Eduardo dos Santos
menolak untuk mengizinkan pemerintah Angola memberikan
pelayanan dasar kepada wilayah yang lebih luas dan
dikuasainya. Di Somalia, Presiden Mohamad Siad Barre
dengan congkak mengumpulkan kekuasaan dan kekayaan
untuk dirinya dan sukunya sendiri. Di Afghanistan,
baik Presiden Gulbudin Hekmatiyar maupun Burhanuddin
Rabbani berusaha mencegah suku lain, kecuali Pushtun
dan Tajik, untuk ikut serta dalam pemerintahan. Itu
sebabnya Taliban berusaha menentang dan menggulingkan
pemerintahannya, sehingga kemudian Afghanistan menjadi
sarang teroris. 

Kita merasakan sindrom-sindrom dari negara gagal itu
pada tingkat tertentu terjadi di Indonesia. Kita
merasakan keamanan dan ketertiban yang berantakan.
Konflik horizontal terjadi di masyarakat dalam bentuk
pertentangan suku, agama dan antargolongan. Bom kerap
meledak di Ibukota dan tempat-tempat lain di daerah.
Terakhir bom di Bali yang menewaskan ratusan orang
asing, khususnya warga Australia. Kejahatan jalanan
sudah pada tahap yang menyeramkan. Orang main hakim
sendiri karena tak percaya lagi kepada aparat yang
berwenang seperti polisi, hakim dan jaksa. Penjahat
yang tertangkap massa, tak cukup dibunuh, tapi sering
kali juga dibakar. Kita juga merasakan pemerintahan
yang lemah. Utang Indonesia mencapai 60 miliar dollar,
sehingga Indonesia sangat tergantung dengan IMF. 

Lalu, apa dengan demikian Indonesia masuk kategori
negara gagal? Jusuf Wanandi, dari CSIS, di Washington
Quarterly, tidak sepandapat. Meskipun lebih lima tahun
dihantam macam-macam krisis: ekonomi, politik, sosial
dan budaya, Indonesia tidak bisa disebut sebagai
negara gagal. Negara lemah, betul. Tapi bukanlah
negara gagal. 

Namun, jika krisis multidimensi tadi terus berlangsung
untuk 5-10 tahun lagi ke depan, tidak tertutup
kemungkinan Indonesia terjerumus menjadi negara gagal.
Oleh karena kemungkinan itu bukanlah mustahil, maka
seluruh elite politik harus berusaha menghilangkan
perbedaan dan menyatukan pikiran dan tindakan demi
menyelesaikan berbagai macam masalah dan krisis yang
dihadapi bangsa ini. 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com