[Nusantara] Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Dec 24 03:12:15 2002


Menyelesaikan Krisis Mengubah Keadaan 

Oleh: KH ABDURRAHMAN WAHID 

PERTENGAHAN Desember tahun ini, penulis bertemu
sutradara Garin Nugroho di airport Adi Sutjipto,
Yogyakarta, sambil menunggu pesawat terbang yang akan
membawa kami ke Jakarta, Garin Nugroho dan penulis
terlibat dalam pembicaraan mengenai cara mengatasi
krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini. 

Sebagai seorang yang melakukan referensi terus menerus
atas kitab suci Alquran, penulis mengemukakan analogi
dari para kyai, mereka berpendapat krisis multidimensi
yang kita hadapi saat ini adalah seperti krisis Mesir
di jaman Nabi Yusuf dahulu. 

Krisis itu memakan waktu tujuh tahun, menurut kitab
suci tersebut. Kalau ini kita analogikan kepada
keadaan sekarang, maka era tujuh tahun itu akan
berakhir pada tahun 2003 (1997 hingga 2003). 

Memang, sekarang kalangan atas mulai dapat mengatasi
krisis ekonomi, terbukti dari penuhnya jalan dengan
kendaraan dan lapangan terbang, tetapi kalangan bawah
masih saja mengeluh dan kesusahan karena memang mereka
masih dilanda krisis. 

Keluhan utama adalah menurunnya daya beli secara
drastis, sedangkan harga-harga beberapa jenis barang
kebutuhan sehari-hari justru melonjak. Dengan
demikian, masih menjadi pertanyaan apakah dalam waktu
cepat krisis multi-dimensi itu dapat dipecahkan,
katakanlah pertengahan tahun 2003. Dalam hal ini,
sangat menarik pembicaraan penulis dengan kyai Nukman
Thahir dari Ampel Surabaya. Ia menyatakan, kalau kitab
suci Alquran dibaca dengan mendalam, di sana
disebutkan bahwa krisis nabi Yusuf berlangsung tujuh
tahun, namun untuk mengatasi krisis tersebut
diperlukan juga waktu tujuh tahun lamanya. Penulis
menjawab apa yang ia terima dari para kyai adalah
waktu berlangsungnya krisis itu tujuh tahun lamanya,
tidak pernah ia mengatakan diperlukan waktu tertentu
untuk menyelesaikan krisis. Karenanya, penulis
mengungkapkan bahwa penyelesaian krisis itu sendiri,
terjadi secara formal dimulai dalam waktu
bersamaan/simultan dengan berakhirnya krisis itu. 

Karenanya, penyelesaian krisis tidak merupakan entitas
yang berdiri sendiri terlepas dari krisis yang
dialami. 

Percakapan penulis dengan Garin Nugroho itulah yang
menjadi petunjuk konkrit penyelesaian masalah secara
simultan itu. Mula-mula Garin Nugroho mengatakan dua
hal sangat penting, satu pihak, ada
perbedaan/kesenjangan antara para teoritisi hukum dan
pembuat Undang-undang (DPR dan MPR). Para ahli teori
hukum mengemukakan, hukum-hukum baru dalam bentuk
undang-undang maupun lainnya dari berbagai sumber
Eropa Continental yang kita kenal. Tetapi pelaksana
berbagai macam peraturan itu, pada umumnya di didik di
lingkungan hukum Anglo Saxon yang berlaku di Amerika
Serikat. Tidak usah heran, jika terjadi kesenjangan
antara kedua sistem hukum Anglo-Saxon dan Eropa
Continental itu. Adalah tugas kita, menurut Garin
Nugroho, untuk 'mendamaikan' antara keduanya, inilah
yang harus diperbuat untuk menyelesaikan krisis. 

Dalam percakapan itu, penulis mengemukakan bahwa
secara konkrit apa yang dinamai Garin Nugroho dengan
'mendamaikan' itu, haruslah tercermin dalam empat buah
sistem politik baru. Katakanlah konsepsi mengenai
empat buah sistem baru yang diperlukan, untuk
konkritisasi gagasan 'mendamaikan' dari Garin itu. Di
sini, penulis akan mencoba mengemukakan beberapa
konsep seperti di bawah ini. 

Tentu saja, konsepsi-konsepsi yang dikemukakan itu
adalah bukan bentuk final dari apa yang penulis
pikirkan, karena justru masih memerlukan
perbaikan-perbaikan serius, dan belum dapat digunakan
sebagai konsepsi formal. Konsep empat sistem ini,
masih harus diperjuangkan untuk masa kehidupan kita
yang akan datang. Hanya dengan cara demikianlah,
bangsa kita dapat mengasi krisis multi-dimensional itu
dengan cepat. 

Empat sistem baru yang penulis kemukakan kepada Garin
Nugroho, meliputi sistem politik (pemerintahan),
perbaikan sistem ekonomi dengan mengemukakan sebuah
orientasi baru, sistem pendidikan nasional dan sistem
etika atau hukum, yang semuanya harus serba baru.
Mengapa baru? karena sistem lama tidak dapat dipakai
lagi, tanpa akibat-akibat serius bagi kita. Yang
didahulukan adalah sistem politik (pemerintahan) yang
baru. Kedua badan legislatif yang baru, DPR dan DPD
(Dewan Perwakilan Daerah) haruslah menjadi perwakilan
bikameral. Mereka bertugas menetapkan undang-undang
serta menyetujui pengangkatan eksekutif dengan
pemungutan suara. Sedangkan Presiden dan Wakil
Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dipilih
langsung oleh rakyat, karena kalau diserahkan oleh
DPR, DPRD I dan DPRD II hanya akan memperbesar korupsi
saja. 

Di samping itu juga dibentuk MPR, yang hanya bersidang
enam bulan saja, dalam lima tahun. Mereka bertugas
menyusun Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang
harus dilaksanakan seluruh komponen pemerintahan.
Keanggotaannya, terdiri dari para anggota DPR, DPD dan
dari golongan fungsional, guna menguntungkan
kelompok-kelompok minoritas ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan, yang dicapai melalui prosedur
musyawarah untuk mufakat, bukannya melalui pemungutan
suara. Dengan demikian, kalangan minoritas turut serta
memutuskan jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini diperlukan, agar semua pihak merasa memiliki
negara ini, dan dengan demikian menghindarkan
separatisme yang mulai bermunculan di sana-sini.
Justru inilah yang merupakan tugas demokrasi, bukannya
liberalisasi total. 

Orientasi baru dalam sistem perekonomian kita, dicapai
dengan melakukan pilihan berat antara dua hal, yaitu
moratorium (penundaan sementara) cicilan tanggungan
luar negeri kita, dan pembebasan para konglomerat
hitam yang nakal dari tuntutan perdata, jika membayar
kembali 95% kredit yang dia terima dari bank-bank
pemerintah (tetapi tuntutan pidana tetap dilakukan
oleh petugas-petugas hukum). Uang yang di dapat dari
kedua langkah ini, menurut perkiraan sekitar US$230
miliar, dan digunakan terutama untuk: 

a. Memberikan kredit ringan, kira-kira 5% setahun,
bagi UKM (Usaha Kredit Menengah) dengan pengawasan
yang ketat; dan 

b. Peningkatan pendapatan PNS (Pegawai Negeri Sipil)
dan militer, kira-kira sepuluh kali lipat dalam masa
tiga tahun. Langkah ini guna mencegah KKN dan
menegakkan kedaulatan hukum. Melalui cara ini pula,
dapat memperbesar jumlah wajib pajak, menjadi 20 juta
orang dalam lima tahun dan melipatgandakan kemampuan
daya beli masyarakat. 

Sudah tentu dikombinasikan dengan hal-hal, seperti
perbaikan undang-undang dan peraturan-peraturan yang
ada, serta penataan kembali BI (Bank Indonesia) dan MA
(Mahkamah Agung). Melalui langkah-langkah ini,
diharapkan dengan cepat sebuah pemerintahan yang baru
akan segera mengatasi krisis multi-dimensional ini.
Hal penting lainnya, kemampuan pemerintah dalam
mengatasi krisis juga sangat bergantung pada kemampuan
bekerjasama dengan negeri-negeri lain. Sudah tentu,
ini harus dibarengi oleh dua buah perbaikan sistematik
lain. Perbaikan pertama, adalah pada perbaikan sistem
pendidikan kita, yang hampir tidak memperhatikan
penanaman nilai dari pada hafalan. Karena tekanan yang
sangat kecil kepada praktek kehidupan, dengan
sendirinya hafalan mendapatkan perhatian yang luar
biasa, dan pemahaman nilai-nilai menjadi terbengkelai.
Keadaan ini mengharuskan dibuatnya sistem pendidikan
baru yang lebih ditekankan kepada sistem nilai dan
struktur masyarakat dasar (community-based education)
dapat dilaksanakan. 

Dikombinasikan dengan perbaikan sistematik pada
kerangka etika/moralitas/akhlak yang telah ada dalam
kehidupan bangsa, maka perbaikan sistem hukum itu,
akan menjadi dasar bagi pengampunan umum/rekonsiliasi
atas kesalahan-kesalahan masa lampau, kecuali mereka
yang bersalah dan dapat dibuktikan secara hukum oleh
kekuasaan kehakiman dengan sistem pengadilan kita.
Tentu saja, ini juga meliputi mereka yang sekarang
disebut sebagai kaum ekstremis/fundamentalis dalam
gerakan Islam, selama tidak dapat dibuktikan secara
hukum, kejahatan yang mereka perbuat. Sudah tentu ini
berlawanan dengan kehendak orang lain yang ingin
menghukum segala macam "kesalahan". Kita harus
bertindak secara hukum, bukan karena
pertimbangan-pertimbangan lain. Memang mudah
dilaksanakan kedengarannya, namun sulit dalam
pelaksanaan aktualnya, bukan? 

Solo, 17 Desember 2003. Penulis adalah Budayawan 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com