[Nusantara] Hipokritas Para Wakil Rakyat + Hanya berorientasi uang

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Dec 19 08:36:50 2002


Hipokritas Para Wakil Rakyat 

- Akhir tahun 2002 harus dilalui masyarakat Jawa
Tengah dengan keprihatinan mendalam. Inilah untuk kali
yang kesekian kita dikecewakan oleh sikap para wakil
rakyat. Kalau dulu, para anggota DPRD tak memedulikan
suara-suara kritis publik dengan tetap nekat
merealisasi dana mobilitas, kunjungan-kunjungan ke
luar negeri yang signifikansi kemanfaatannya
diragukan, pengadaan mobil dinas yang di luar asas
kepantasan, juga geger dana purnabakti, kini
terbukalah sudah bahwa legislatif provinsi ini memang
menerima tunjangan hari raya (THR) Rp 20 juta per
orang. Itu masih ditambah pos yang mereka namai "uang
pemantauan" Rp 3,4 juta. Mula-mula, THR itu
disebut-sebut mencapai nominal Rp 50 juta dan diisukan
sebagai bentuk lain dana purnabakti yang ditangguhkan.


- Kalau bukan karena pengakuan Zuber Syafawi, wakil
rakyat dari Partai Keadilan (PK) yang tergabung dalam
FPP, bisa jadi rumor itu masih akan terus
berputar-putar karena di antara 100 anggota Dewan
tidak ada yang mau terang-terangan menyatakan telah
menerima THR. Sebelumnya, Sekretaris DPW PAN Taufik
Kurniawan berdasarkan sejumlah informasi yang diterima
menyinyalir tiap anggota Dewan menerima THR Rp 50
juta. Tetapi Zuber Syafawi yang selama ini dikenal
sebagai salah satu "monumen kejujuran" di antara tren
perilaku anggota DPRD Jateng menyebut yang benar
adalah Rp 20 juta. Ia menyatakan, THR itu telah
diserahkan kepada induk organisasinya, yaitu DPW PK
Jateng. Oleh DPW dana itu kemudian dibagi-bagikan
kepada pengurus, dan Zuber mengaku masih mendapat
jatah Rp 800.000. 

- Informasi yang mengklarifikasi tentang THR juga
datang dari Ketua FAN Kusno Hadi, bahwa nominalnya
sudah diputuskan melalui rapat pimpinan Dewan. Tetapi
ada yang patut diklarifikasi dari pernyataan Kusno.
Dari jumlah Rp 20 juta itu, ia mengaku masih tombok
karena banyak yang harus disantuni seperti panti
jompo, panti asuhan anak-anak yatim piatu, hingga
kader PAN yang sakit. Argumen yang seolah-olah
menjustifikasi penerimaan jumlah THR itu sulit
diterima. Orang awam tentu akan berpendapat santunan
apa pun yang dikeluarkan oleh seorang anggota Dewan
merupakan urusan pribadi. Santunan untuk kader partai
yang sakit juga tidak ada kaitannya dengan uang
rakyat. Ukuran santunan itu tentu tidak layak
dihadapkan dengan seberapa besar yang diterima dari
THR sebagai anggota Dewan. 

- Di antara sikap-sikap distortif dari penghayatan
sebagai wakil rakyat, kini berkembang kecenderungan
hipokritas. Tidakkah ini terkait dengan moralitas?
Dalam kasus-kasus yang menyangkut uang dan fasilitas,
selama ini anggota Dewan selalu berlindung pada
legalitas perda. Yang lebih dikedepankan adalah
mekanisme-prosedural-teknis, tidak mencoba atau tidak
pernah mau mengaitkannya dengan sentuhan moralitas.
Padahal sensitivitas inilah yang akan memberikan
pencerahan ke arah asas kepatutan. Dalam soal THR ini
misalnya, kita mencatat jawaban yang variatif. Ada
keengganan mengungkap jumlah yang sebenarnya, ada yang
menyebut sebagai tunjangan khusus sesuai dengan Perda
No 14/ 2002. Bahkan ada yang meminta pimpinan Dewan
mengklarifikasi agar tidak terjadi kecemburuan
menyangkut nominalnya. 

- Jawaban-jawaban itu cenderung mempertegas
ketidaktransparanan. Nominal yang harus diklarifikasi:
benar Rp 50 juta ataukah Rp 20 juta dikaitkan soal
kecemburuan, menjadi tidak relevan karena yang
terpenting anggota Dewan telah menerima jumlah yang -
dalam ukuran rakyat - termasuk THR sensasional.
Menurut pengamat politik dari FISIP Undip Dra Fitriyah
MA, apa pun alasannya itu adalah kebijakan yang tidak
masuk akal dan merupakan alokasi anggaran yang
menyakitkan hati rakyat. Ia tidak sependapat jika uang
tersebut merupakan tunjangan khusus, sebab tunjangan
khusus hanya mengatur soal pajak penghasilan (PPh)
anggota Dewan yang ditanggung negara. Fitriyah
menengarai ini terkait dengan bargaining position DPRD
yang memungkinkan adanya biaya yang akan dikeluarkan
eksekutif. 

- Pertanyaan yang juga awam, adakah ini terkait dengan
pemilihan kepala daerah Jateng awal tahun depan? Hal
ini sudah dibantah Kepala BIKK Setda Jateng Drs Anwar
Cholil, tetapi dapat dipahami jika ada rumor yang
mengarah ke proses-proses pilkada. Bahkan dugaan itu
juga muncul di antara anggota Dewan sendiri. Bagi
rakyat, pergulatan-pergulatan di kalangan elite hanya
bisa disaksikan sebagai panggung yang sangat berjarak
dari penontonnya. Terlepas apakah dugaan itu benar
atau sama sekali keliru, yang terpenting sekali lagi
DPRD Jateng telah membuat langkah yang kurang tepat.
Rp 20 juta boleh jadi adalah jumlah yang kecil bagi
orang-orang berduit, tetapi dari segi etika dan
sensitivitas perasaan publik, pantaskah kita
mengatakan sebagai jumlah yang "relatif"? 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com