[Nusantara] R&D Pembusukan Hukum

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Tue Dec 17 09:24:12 2002


R&D Pembusukan Hukum 

Pemerintah tetap bergeming soal pemberian pengampunan
terhadap obligor bermasalah. Artinya, pembebasan dari
segala tuntutan hukum (release and discharge) bagi
obligor bermasalah yang sudah melunasi kewajibannya
akan tetap jalan meski mendapatkan banyak kecaman dari
berbagai kalangan. 

Perkembangan terakhir, misalnya, menurut Jawa Pos
kemarin, mantan bos BDNI (Bank Dagang Nasional
Indonesia) Sjamsul Nursalim segera dibebaskan Januari
2003. Sebab, Nursalim sudah melunasi kewajibannya Rp 1
triliun. Dengan begitu, taipan yang sudah lama menetap
di luar negeri dengan alasan sakit itu segera bebas
dari segala tuntutan hukum. 

Padahal, banyak yang menduga, kepergian Nursalim ke
luar negeri selama ini bukan disebabkan semata-mata
sakit, melainkan menghindar dari tuntutan hukum.
Apalagi yang bersangkutan memang pernah distatuskan
sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan BLBI oleh
Kejaksaan Agung semasa Marzuki Darusman menjadi jaksa
agung periode 1999-2001. Hanya, dengan alasan sakit,
Kejaksaan Agung tak mau menangkap dan memboyongnya ke
tanah air. 

Selain Nursalim, obligor bermasalah yang memperoleh
release and discharge (R&D), antara lain, Sudwikatmono
(eks Bank Surya), Ibrahim Risjad (eks Bank RSI) yang
meneken Master of Settlement and Acquisition Agreement
(MSAA), The Ning King (eks Bank Danahutama), dan Liem
Hendra (eks Bank Budi Internasional) yang meneken Akta
Pengakuan Utang (APU). 

Semua orang tahu para taipan itu bermasalah lantaran
mereka diduga menyalahgunakan bantuan likuiditas BI
(BLBI). Sebagian lagi, bank-bank yang pernah mereka
miliki diduga melakukan pelanggaran terhadap batas
maksimal pemberian kredit (BMPK). Karena itu, meski
perjanjian yang mereka teken dalam MSAA dan APU memang
memuat konsekuensi akan dibebaskan dari tuntutan
hukuman jika mereka melunasi kewajibannya kepada
pemerintah, banyak yang menilai bahwa hal tersebut
tidak adil. 

Penyalahgunaan BLBI dan pelanggaran BMPK bukan hanya
persoalan perdata, melainkan sarat dengan tindak
pidana. Karena itu, meski mereka kemudian melunasi
kewajiban yang dibebankan kepada mereka, banyak
kalangan tetap menilai hal tersebut tidak bisa
menghapus unsur pidananya. Dengan kata lain, pemberian
R&D itu dianggap sebagai preseden buruk bagi proses
law enforcement (penegakan hukum). 

Pemberian pengampunan itu menunjukkan bahwa pemerintah
tak serius menegakkan hukum. Sorotan terhadap
pemberian pengampunan itu meluas sehingga menjadi
tudingan bahwa pemerintahan Presiden Megawati mulai
meniru rezim Orde Baru yang terlalu berselingkuh
dengan konglomerat demi mempertahankan kekuasaannya. 

Sebenarnya, berselingkuh dengan konglomerat bukan hal
yang salah. Mempertahankan kekuasaan di mana pun
membutuhkan ongkos politik yang besar. Inilah yang
disebut dengan proses ekonomi politik dalam sebuah
rezim pemerintahan. Masalahnya menjadi lain ketika
proses perselingkuhan ekonomi dan politik justru
mengorbankan proses penegakan hukum. 

Langgam mempertahankan kekuasaan dengan pembusukan
hukum itulah yang sekarang dilakukan rezim
pemerintahan Presiden Megawati. 

(Jawa pos)


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com