[Nusantara] Utang: Jalan Keluar atau Persoalan Baru?

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 10:36:29 2002


Utang: Jalan Keluar atau Persoalan Baru? 

DEWAN Direktur Dana Moneter Internasional (IMF)
akhirnya memberikan persetujuannya untuk mengucurkan
kembali dana sekitar 365 juta dolar AS kepada
Indonesia. Keputusan itu diambil IMF dalam sidang
Dewan Direktur lembaga tersebut Jumat (6/12) lalu di
Washington. 

Kalau kita menerima berita tersebut secara wajar dan
dengan asumsi yang wajar, kucuran dana sebesar itu
tentu akan kita rasakan sebagai sebuah kesempatan
untuk memperbaiki perekonomian atau kesejahteraan
rakyat Indonesia. Namun, kesimpulan semacam itu sudah
lama tertepis oleh kritik tajam yang muncul dari
banyak kalangan. Utang luar negeri, termasuk kepada
IMF, tidak lagi dirasakan sebagai kepentingan atau
kebutuhan rakyat kecil, tetapi lebih sebagai kebutuhan
pemerintah dan rakyat besar. Penilaian semacam itu
muncul akibat mismanagement yang berjalan
terus-menerus terhadap segala bentuk utang luar negeri
kita selama puluhan tahun terakhir. Jelasnya, hanya
sebagian dari utang luar negeri yang benar-benar
dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan rakyat
kecil, sedangkan sebagian lain justru lenyap akibat
permainan KKN. Pernah muncul sinyalemen yang
mengatakan bahwa sekitar 40% dari utang luar negeri
kita habis masuk ke saku pejabat. 

Menjadi jelas bagi kita, utang luar negeri bagi bangsa
kita bukan semata-mata persoalan kepercayaan luar dan
kebutuhan dalam negeri, melainkan apakah hal itu
dikelola dengan baik atau tidak. Faktor pengelolaan
utang kini menjadi sangat menentukan. Persoalannya
kini mulai bergeser, bukan lagi bagaimana caranya kita
memperoleh kepercayaan luar negeri dalam bentuk
pemberian pinjaman, tetapi apakah kita mampu mengelola
utang tersebut secara efisien atau tidak. Justru dalam
persoalan inilah letak titik krusial mengenai utang
tersebut yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah
secara serius. 

Untuk mendapatkan utang barangkali bukan lagi
merupakan persoalan sulit. Dalam kondisi krisis
seperti sekarang ini terdapat semacam tekanan
psikologis, juga politik, di kalangan negara maju
untuk memberikan bantuan keuangan kepada negara
terkena krisis. Landasannya adalah kekhawatiran bahwa
negara yang terus-menerus terpuruk secara ekonomis
akhirnya akan muncul sebagai kekuatan pengganggu
keamanan wilayah sekitar. Pengalaman dengan Vietnam
dan Kamboja, dan juga dengan Cina, di masa lalu cukup
memberi pelajaran kepada Barat untuk tetap mengucurkan
dana bantuan kepada negara tertimpa musibah, kalau
mereka tidak ingin terkena getahnya. Dalam hal ini
Malaysia sudah merasakan getah tersebut sehubungan
dengan membanjirnya TKI ilegal ke wilayahnya. 

Namun, pengelolaan utang luar negeri yaang kedodoran
justru akan menimbulkan persoalan baru, atau persoalan
baru di atas persoalan lama di dalam negeri.
Pengelolaan buruk akan menimbulkan gelombang
ketidakpercayaan yang bersifat menyeluruh di kalangan
rakyat terhadap para pemimpin bangsa. Ketidakpercayaan
selanjutnya akan memicu berembusnya angin perlawanan
dan pembangkangan di kalangan rakyat. Dari sekian
banyak penyebab dan pemicu pembangkangan, satu di
antaranya adalah ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah maupun lembaga yang lain. Banyak orang
merasa dirinya menjadi korban kebijakan pemerintah dan
tindakan pihak lain tanpa ada pembelaan dari aparat
bersangkutan. Banyak juga orang yang merasa menjadi
korban kebijakan pemerintah yang lebih memihak kepada
kelompok masyarakat tertentu ketimbang nasib mereka.
Kucuran dana pemerintah terhadap konglomerasi nakal
dirasakan sangat bertentangan dengan pelitnya
kekuasaan menyalurkan dana kepada pengusaha kecil dan
menengah, terlebih lagi kepada rakyat kecil yang
terkena musibah. 

Dalam kondisi pemasukan pajak belum mencapai titik
optimal dan penghasilan dari kontak perdagangan tidak
maksimal, untuk mengatasi persoalan bangsa dan negara,
pemerintah memang tidak punya pilihan lain kecuali
berutang ke luar. Artinya, untuk bisa bekerja dengan
baik pemerintah membutuhkan dukungan dana, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Tak ada satu
pemerintah pun yang bisa berhasil mengelola negara dan
melakukan pembangunan tanpa tersedianya dana yang
cukup. Dalam kondisi krisis ini, dana tersebut
lebih-lebih diperlukan untuk membawa bangsa dan negara
ini keluar dari krisis. Namun hal ini pun tak terlepas
pula dari persoalan pengelolaan. 

Bisa dimengerti apabila tokoh-tokoh masyarakat seperti
halnya Amien Aries, melihat persoalan utang luar
negeri yang makin menumpuk sebagai persoalan serius
yang dihadapi oleh bangsa ini. Kalau cara
memperolehnya tidak lagi begitu dipersoalkan,
bagaimana mengelola dan kemudian membayarnya kembali
akan menjadi persoalan yang amat sangat serius bagi
bangsa kita, terutama bagi generasi penerus.
Pengelolaan yang buruk akan membawa dampak hilangnya
kemampuan kita untuk membayar kembali utang tersebut.
Itu merupakan warisan buruk bagi generasi muda kita. 

+++ 

Dari Warung Global Interaktif-''Bali Post'' Tak Perlu
Berutang, Gali Potensi SDA dan SDM Dewan Direktur Dana
Moneter Internasional (IMF) menyetujui pencairan
kembali pinjaman senilai 275,24 juta special drawing
right (SDR) atau sekitar 365 juta dolar AS kepada
Indonesia. Kepastian pengucuran pinjaman itu
diputuskan melalui rapat sidang Dewan Direktur IMF di
Washington, Jumat (6/12). Masalah pinjaman Pemerintah
Indonesia sebesar 365 juta dolar AS itu memang banyak
mengundang tanggapan negatif penelepon atas topik
Warung Global Indonesia Dapat Tambahan Utang. Mereka
berpendapat lebih baik Indonesia tak berutang, tetapi
galilah potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya
manusia (SDM)-nya. Berikut rangkuman pendapat mereka
yang disiarkan Radio Global FM 99,15 Kini Jani, Senin
(9/12) kemarin. Acara ini juga direlai Radio Genta
Swara Sakti Bali FM 106,15 dan Singaraja FM 107,2. 

Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Bali Jaya Susila
melihat sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa
utang sangat mempengaruhi kelanggengan kekuasaan. Dia
menunjuk kejatuhan Presiden Soeharto karena utang yang
terlalu tinggi. Begitu pula pada zaman Habibie dan Gus
Dur. Tampuk pimpinan negara itu selalu menyisakan
utang. Dalam perkembangan global ke depan, Indonesia
semestinya mencari dan menggali potensi SDA dan SDM
yang sudah ada. Kenapa Indonesia selalu berutang?
Menurut Jaya Susila, karena para pengambil kebijakan
ekonomi (menteri-menteri) selalu diambil dari kalangan
intelektual. Bukan kalangan praktisi ekonomi.
Negara-negara Eropa sejak pemerintahan Soekarno,
selalu mencari keuntungan secara ekonomis di
Indonesia. Kenapa? Posisi Indonesia yang sangat
strategis dan penduduk Indonesia kebanyakan muslim.
Potensi ini yang dimanfaatkan oleh luar negeri. 

Bagaimana sebaiknya upaya Indonesia supaya tidak
berutang? Harus melalui proses politik yang fair dan
demokratis. Secara politik, lanjut dia, pemilihan
presiden supaya dipilih secara langsung. Begitu pula
dalam merekrut menteri-menteri, harus terbuka dan
dites lebih dulu oleh anggota DPR. Dengan cara
merekrut pejabat yang bagus, diyakini akan berpengaruh
terhadap perbaikan ekonomi. Seluruh aspek apakah itu
politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan harus
bercermin dan mengacu kepada kualitas SDM dan SDA yang
ada. ''Tanpa SDM yang tangguh, tak mungkin ekonomi
Indonesia bisa keluar dari krisis utang,'' kata Jaya
Susila. 

Kadek Mako di Kedewatan Ubud mengatakan, sebelum
menolak atau menyetujuai jumlah pinjaman tersebut,
para koruptor harus segera diadili. Utang Indonesia
kini semakin menumpuk karena ulah para korutor
tersebut. Ketika Indonesia memaksakan diri meminjam
uang kepada pihak asing, itu artinya siap-siaplah
menghadapi para koruptor berdasi yang akan merebut
dana pinjaman tersebut. Selama ini, koruptor tidak
diadili. Para koruptor ini enak melenggang ke negara
mana saja yang mereka kehendaki. 

Bram Pidada di Klungkung mengatakan, perlu ada
kerangka yang jelas untuk menangani utang secara
nasional. Indonesia bukannya harus menambah utang.
Bukan pula tergantung pada negara donor. ''Bagaimana
Indonesia bisa maju. Untuk membayar bunga utang saja
tak mampu,'' keluhnya. 

Suardika sependapat dengan Jaya Susila. Kenapa
pemerintah Indonesia terus meminjam? Kenapa tidak
menggali potensi SDA dan SDM yang ada? ''Indonesia
katanya negara kaya. Kenapa harus berutang,''
tanyanya. 

Tinggal Nama 

Panji di Kuta mengatakan, apa yang diagung-agungkan
oleh nenek moyang bahwa negara Indonesia kaya,
sekarang hanya tinggal nama. Buktinya, Indonesia
negara miskin yang banyak punya utang di LN. Anehnya,
pinjaman uang itu tidak menyentuh langsung kepentingan
masyarakat. Pinjaman ini dikhawatirkan hanya
memperkaya kepentingan kelompok pejabat tertentu saja.


Pak Widi mengatakan, membengkaknya utang Indonesia
disebabkan cara mengelola negara ini yang salah. Dulu
pada zaman Bung Karno ada istilah ekonomi berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri). Itu mirip dengan
swadesi di India. ''Sebenarnya prinsip ekonomi itu
bagus diterapkan, sayangnya itu baru sebatas wacana,''
ujarnya. Ke depan, yang lebih penting bagaimana
mengelola SDA dan SDM yang benar. ''Pada zaman Bung
Karno, putra-putra bangsa yang baik disekolahkan di
LN, sekarang bagaimana,'' tanyanya. 

Teken juga sependapat bahwa potensi SDA dan SDM yang
ada saat ini perlu digali. Bukan menambah utang lagi.
Hal senada dikatakan Ida Bagus Rai di Denpasar. Ia
mengatakan, kalau pinjaman itu sudah diambil sebaiknya
dikelola dengan baik. Artinya arah penggunaannya jelas
dan pengelolaannya diawasi. Jika pinjaman itu belum
diambil sebaiknya ditolak. Disarankan, utang yang dulu
semestinya dilunasi terlebih dahulu. Kalau pemerintah
menambah pinjaman dana yang lebih besar lagi di luar
negeri, itu artinya menumbuhkan KKN baru. 

Tolak Bantuan IMF 

Ketut Natsir dan Nang Beyod mengatakan, perlu diawasi
pinjaman luar negeri itu agar tak jatuh ke orang-orang
yang tak bertanggung jawab. Beyod mengatakan,
utang-utang yang dulu saja belum dibayar. ''Pinjaman
ini sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama. Tanpa
ada kerja sama dari rakyat, utang itu akan sulit
dilunasi oleh pemerintah,'' paparnya. Bu Tatik
mengatakan, pihaknya tidak setuju adanya bantuan IMF.
Sebab, bantuan tersebut akan diselewengkan oleh
orang-orang yang tak bertanggung jawab. ''Negara kita
kaya, kenapa kita ngutang,'' katanya. 

Sugata di Bangli mengeluhkan, negara Indonesia miskin,
tetapi individu-individunya yang kaya. Kekayaan
Indonesia sesungguhnya sudah habis, hasil tambang,
pertanian dan lain-lain tidak begitu banyak. Oleh
karena itu, untuk mengelola negara ini perlu meminjam.
Namun, pinjaman itu agar benar arahnya. 

Putu Sangging menanyakan bagaimana bentuk proposal
yang diajukan ke IMF. Apakah proposal pinjaman itu
atas nama rakyat atau atas nama siapa? Ini yang harus
jelas dulu. Pemerintah harus terbuka dengan rakyat.
Jangan sampai rakyat hanya dipakai alat, sementara
bantuannya hanya jatuh pada segelintir orang. ''Inilah
yang perlu diwaspadai,'' katanya. (sut) 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com