[Nusantara] Membangun Sikap Waspada Bangsa Indonesia

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 10:36:18 2002


Membangun Sikap Waspada Bangsa Indonesia 

Oleh ALEX DINUTH 

Kini, Amerika Serikat (AS) telah mempunyai departemen
baru yaitu Departemen Keamanan Tanah Air (Department
of Homeland Security) yang sudah disetujui Kongres
setelah melalui perdebatan panjang antara kalangan
Republiken dan Demokrat. Menurut Jaksa Agung AS, John
Ashcroft: ”…Ini akan memungkinkan peningkatan upaya
untuk bisa bekerja sama guna mengindentifikasi serta
mengakses ancaman terhadap tanah air kita, lalu
mencocokkan ancaman ini dengan kerawanan kita dan
bertindak guna menjamin keselamatan dan keamanan bagi
rakyat Amerika.” 

RUU baru tersebut diajukan Presiden Bush menyusul
terjadinya peristiwa serangan teroris terhadap menara
kembar WTC (World Trade Center) pada tanggal 11
September 2001. Dapat dipastikan melalui departemen
tersebut pemerintah AS telah mendesain, membangun,
mensosialisasikan dan melaksanakan sistem waspada
nasionalnya melalui perangkat-perangkat keras dan
lunak di tingkat supra struktur, infra struktur dan
sub struktur masyarakatnya serta dipadukan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir, antara lain
informasi digital, khususnya menghadapi terorisme
internasional. Bagi kita, yang dimaksudkan dengan
”aman” adalah suatu kondisi dimana tidak terdapat
rasat akut sebagai akibat hilangnya atau minimnya
potensi ancaman. 

Pentingnya keamanan nasional pada dasarnya menyangkut
tiga unsur, yaitu: kedaulatan negara, integritas
bangsa, keamanan serta pengamanan pembangunan
nasional. Sedangkan sikap waspada bangsa yang kita
bahas ini merupakan bagian dari sistem keamanan
nasional yang mempunyai enam fungsi sebagai berikut :
membina kepastian hukum, membina ketenteraman dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan keadilan,
membangun kemampuan pertahanan, melindungi rakyat dari
berbagai bencana (alam, kesengajaan, lalai) termasuk
perlindungan hak-hak rakyat, memelihara keamanan
negara. 

Menciptakan keadaan aman dan rasa aman merupakan tugas
dan kewajiban seluruh potensi bangsa, baik dari
kalangan sipil, maupun Polri dan TNI, masyarakat,
swasta, ormas, orsospol, LSM, mahasiswa/pemuda dan
sebagainya. Tetapi apabila terjadi gangguan pada salah
satu atau keseluruhan fungsi utama di atas, akan
berdampak langsung terhadap kualitas keamanan
nasional. 

Sikap waspada suatu bangsa adalah kualitas kesiapan
dan kesiagaan yang harus dimiliki oleh bangsa itu agar
mampu mendeteksi, mengidentifikasi, mengantisipasi
sejak dini dan melakukan aksi pencegahan awal terhadap
berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman. Hal ini
merupakan manifestasi kepedulian serta rasa
tanggungjawab seluruh masyarakat terhadap keselamatan
dan keutuhan bangsa dan negaranya. Di sisi lain,
sumber, bentuk, serta sifat potensi ancaman
sesungguhnya tidak mengenal tempat dan waktu, ia dapat
muncul setiap saat di sembarang tempat. 

Oleh karena itu jauh sebelum terjadi perlu dilakukan
upaya cegah dini melalui suatu rangkaian sistem
kewaspadaan bangsa yang tangguh. Lalu apa persepsi
atau pengertian kita tentang ancaman? 

Secara sederhana pengertian ancaman adalah berbagai
situasi, kondisi, potensi dan tindakan baik itu
alamiah atau hasil suatu rekayasa, berbentuk fisik
atau non fisik, berasal dari dalam negeri atau luar
negeri, secara langsung atau tidak langsung patut
diperkirakan, diduga berpotensi membahayakan tatanan
serta kelangsungan hidup suatu bangsa dan negara dalam
rangka pencapaian tujuan nasionalnya. 

Namun untuk membangun sikap waspada bangsa atau sikap
waspada secara nasional tentu dimulai dari jenjang
sikap waspada, strata paling bawah yaitu
berturut-turut: kewaspadaan individu, kewaspadaan
keluarga, kewaspadaan kelompok, RT/RK/RW, desa,
kelurahan, kabupaten/otonomi daerah, kewaspadaan
propinsi, kewaspadaan nasional, bahkan kewaspadaan
dunia terhadap terorisme internasional. Setiap strata
tentu menghadapi potensi ancaman yang berbeda serta
sistem deteksi dini yang juga lain. 

Sebagai contoh: kewaspadaan warga lingkungan RT
terhadap judi togel tentu berbeda dengan potensi
ancaman terhadap ekonomi nasional yang dideteksi oleh
pakar-pakar ekonomi tingkat nasional. Luas cakupan
potensi ancaman serta upaya strategi pencegahan
dininya tentu berbeda, namun semua berada dalam suatu
sistem keterkaitan. Juga sistem deteksi dini oleh
masyarakat suku-suku terasing di pedalaman dari atas
pohon yang tinggi terhadap lawannya, berbeda dengan
sistem deteksi dini dari satelit oleh negara adidaya,
walaupun hakikatnya sama. 

Secara konseptual dan praksis sikap waspada tidaklah
statis, atau tetap menunggu, hanya pasif. Sebaliknya
justru dinamis, aktif mendeteksi mencari informasi
akurat tentang berbagai kemungkinan potensi ancaman
sejak masih embrio, jadi punya akses ke sumber-sumber
ancaman. Tren atau kecenderungan potensi ancaman dalam
berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat
(baik dalam kaitan lokal, nasional, regional dan
global) perlu terus dipantau, dideteksi sedini mungkin
agar tidak sampai terwujud, bahkan kalau perlu kita
menghindarinya. 

Tentu upaya-upaya ini membutuhkan tenaga-tenaga
patriot profesional khususnya dalam menghadapi
kecanggihan potensi ancaman terkini di bidang-bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, militer, ekologi, dan sebagainya. Dalam
upaya membangun sikap waspada bangsa kita, sudah tentu
kesadaran rakyat harus terus digugah akan tugas dan
tanggungjawabnya terhadap keselamatan negara. Timbul
pertanyaan, apakah kita juga berkeinginan membangun
departemen serupa ala AS tersebut diatas guna menjamin
keselamatan dan keamanan rakyat serta negara kita? 

Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, tumpuan kekuatan
kita adalah rakyat. Ternyata di era reformasi ini
rakyat/masyarakat kita telah semakin sadar bahwa
mereka ikut memiliki NKRI ini dalam menuntut
partisipasi besar dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut keselamatan NKRI serta keselamatan
hidupnya. Kalau rakyat dirangkul, dibina, tidak
disakiti, informasi apapun akan mengalir dari mereka.
Saya yakin, kita masih ingat ketika muncul gagasan
mendirikan pos-pos kewaspadaan di era Orde Baru.
Ternyata pos-pos tersebut tidak berfungsi dan bubar
karena kurang melibatkan serta kurang didukung oleh
masyarakat luas. Oleh sebab itu peran partisipasi
masyarakat dalam membangun public information akan
menumbuhkan public confidence, yang pada gilirannya
akan mendorong public participation dan public
support.Ke 

Keikutsertaan seluruh masyarakat secara aktif dalam
dinamika sikap waspada bangsa, tentu tidak terlepas
dari landasan UUD 1945 antara lain pasal 30 ayat (1)
yang menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. Di tingkat nasional maupun di tingkat otonomi
daerah budaya sikap waspada perlu dibangun secara
konseptual, penuh nalar, tidak dipaksakan melalui
sosialisasi pembinaan dan pemantapan secara berlanjut
yang meliputi aparat pemerintah, masyarakat, ormas
orsospol, LSM, swasta, pemuda/mahasiswa dan
sebagainya. Untuk maksud ini perlu dilakukan dengan
metoda modern: komunikasi, informasi, edukasi melalui
jalur-jalur struktural dan non struktural serta
mengikutsertakan masyarakat secara pro aktif. 

Perangkat-perangkat keras dan lunak di tingkat
suprastruktur, infrastruktur dan substruktur di bangun
berdasar model-model, sistem, prosedur, mekanisme yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah tanpa
menimbulkan kesan sebagai suatu kegiatan propaganda
atau indoktrinasi militer. Metoda modern yang
digunakan disesuaikan dengan tingkat intelektual
masyarakat. 

Disinilah peran mass-media (cetak dan elektronik)
serta sarana komunikasi lainnya. Memang, kerja sama
berbagai komponen bangsa dalam rangka kewaspadaan
nasional ini harus berakses ke sumber-sumber potensi
ancaman. Dukungan yang paling tepat berasal dari
kemampuan penyelenggaraan aktivitas intelijen, dimana
penginderaan maupun peringatan dininya dapat membantu
mencegah timbulnya gejala keresahan masyarakat,
kerusuhan massa, subversi, terorisme serta ancaman
lainnya baik dari luar maupun dari dalam negeri
sendiri. Apabila dikaitkan dengan reformasi, tuntutan
rakyat atas demokrasi, transparansi dan hak-hak asasi
manusia dewasa ini, kemudian dihadapkan pada
keselamatan, kesejahteraan, keamanan dan kepentingan
negara dan bangsa tentu diperlukan payung UU Intelijen
Negara yang mampu menjamin akses aktivitas intelijen
ke seluruh departemen, instansi pemerintah/non
pemerintah, sipil, swasta yang berindikasi merugikan
atau membahayakan keselamatan dan kepentingan negara
dan bangsa. Sebagai contoh pelaksanaan PERPU No.1 /
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
ternyata berhasil di lapangan. 

Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh intelijen tersebut
dapat dikatakan berhasil baik, apabila seluruh
masyarakat merasa aman dan bebas dari ketakutan,
menikmati kesejahteraan lahir dan batin. Tentu hal ini
perlu dibantu oleh partisipasi seluruh masyarakat yang
memiliki budaya waspada. Maka dapat disimpulkan, bahwa
wujud sikap waspada bangsa Indonesia sebagai bagian
dari sistem keamanan nasional perlu terus dibudayakan
agar kedaulatan negara, integritas bangsa, keamanan
serta pengamanan pembangunan nasional dapat
berlangsung secara lebih mantap. Masihkah ada yang
berkeinginan untuk mendirikan Departemen Keamanan
Tanah Air ala AS? 

Penulis adalah peneliti pada Consortium for the Study
of Inteligence, (CSI) . 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com