[Nusantara] Menghapus Dendam Sejarah

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 10:36:09 2002


Menghapus Dendam Sejarah 

Oleh Asvi Warman Adam 

HARI Kamis, 28 November 2002, DPR mengesahkan
Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol). Dua hari
sebelumnya, acara itu sempat tertunda karena fraksi
PDI-P ingin berkonsultasi dulu dengan Ketua Umumnya
Megawati Soekarnoputri menyangkut pencantuman TAP MPRS
dan satu TAP MPR dalam konsiderans "Mengingat" pada UU
itu. Alasannya, PDI-P berpandangan, setelah UUD 1945
berubah, TAP MPR tidak lagi menjadi sumber hukum.
(Kompas, 27/11/2002). 

Ternyata dalam pembahasan akhir, kedua TAP itu masih
disertakan, hanya tempatnya yang digeser sedikit pada
konsiderans "Menimbang". Ketetapan yang bermasalah itu
adalah TAP MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan
Sebagai Organisasi Terlarang di Republik Indonesia
bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap
Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham
atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Kelanjutannya, dimasukkan dalam UU Parpol Bab IX,
Pasal 16, Ayat 5 ketentuan, "Partai politik dilarang
menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran, atau
faham Komunisme/Marxisme-Leninisme. 

Mengapa stigma masa lalu masih dipertahankan?
Sebetulnya ayat ini tidak perlu dicantumkan. Bila ada
partai yang berideologi komunis, saya yakin tidak akan
dapat suara dalam Pemilu apalagi memperoleh kursi di
DPR. Secara internasional ideologi itu terbukti gagal
menyejahterakan rakyatnya di berbagai negara, seperti
Uni Soviet dan Eropa Timur. RRC mempertahankan
ideologi bukan karena ini yang terbaik, tetapi karena
pertimbangan politik. Jika mereka tiba-tiba berganti
ideologi maka akan terjadi kekacauan yang akan
berakibat amat besar kepada rakyat Cina yang jumlahnya
lebih dari satu milyar jiwa. Karena itu, meski tetap
berideologi kiri, mereka mengundang kapitalisme untuk
beroperasi terutama di wilayah pantai bagian timur
Cina. Jadi dalam praktiknya, komunisme telah bersekutu
dengan kapitalisme. Alasan yang serupa untuk negara
Vietnam. 

Khusus Indonesia, penataran dan pengajaran di sekolah
selama 30 tahun Orde Baru berkuasa telah membuat
masyarakat ngeri dan alergi dengan kata komunisme.
Hanya penguasa dan aparat keamanan yang boleh memakai
kata itu untuk meneror dan menakuti lawan politiknya.
Bila stigma itu masih muncul dalam
perundangan-undangan pada era reformasi, maka
ketentuan ini tak lain dari produk mentalitas masa
lalu yang dibentuk melalui penulisan sejarah yang
dibengkokkan oleh rezim Orde Baru. 

DALAM pengajaran di sekolah tidak pernah diajarkan
bahwa bangsa kita pada tahun 1965/1966 melakukan
kekerasan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Pembantaian terhadap mereka yang dituduh berideologi
kiri telah memakan korban lebih dari setengah juta
jiwa. Berarti, sekian juta rakyat Indonesia telah
kehilangan orangtuanya. Mereka juga kehilangan
hak-haknya sebagai warganegara. Tahun 1969-1979
sekitar 10.000 orang telah dimasukkan ke kamp
konsentrasi di Pulau Buru dan akhirnya dipulangkan ke
Jawa tanpa diadili sama sekali. Para tahanan politik
dan keluarganya dikenakan diskriminasi: peraturan
Mendagri tahun 1982 yang dikeluarkan Amir Machmud,
yaitu melarang mereka menjadi pegawai negeri sipil,
tentara, polisi, dan jabatan strategis lainnya di
masyarakat. 

Keluarga yang dituduh komunis-meski banyak di antara
mereka tidak tahu apa-apa tentang ideologi kiri
ini-akan terkucil di masyarakat. Pernikahan antara
sepasang pemuda-pemudi bisa batal bila diketahui salah
satu pasangan ternyata mempunyai orangtua atau paman
yang terlibat G30S 1965. 

Hingga kini, stigma PKI masih berlaku. Beberapa waktu
lalu, seorang anggota DPRD (fraksi PDI-P) Yogyakarta
dimasalahkan karena dituduh terlibat PKI. Kasus serupa
juga terjadi di berbagai daerah di Tanah Air.
Persyaratan menjadi anggota BPD (Badan Perwakilan
Desa) sesuai UU mengenai Otonomi Daerah tahun 1999
mencantumkan "tidak terlibat G30S/PKI". 

Para eks tapol 1965 itu kini menuntut rehabilitasi dan
kompensasi kepada pemerintah. Mereka meminta agar
pemerintah mengembalikan hak-hak sebagai warganegara
yang juga dijamin konstitusi, seperti hak politik, hak
ekonomi, dan hak sosial. Sampai saat ini masih ada di
antara mereka yang sudah berusia di atas 60 tahun
belum diberi KTP seumur hidup. Padahal, ketentuan ini
telah berlaku sejak beberapa tahun lalu. Mengapa
diskriminasi itu masih diperlakukan kepada orang-orang
tua yang sudah lanjut dan selama ini telah amat
menderita akibat konflik politik masa lalu. 

Saya mengenal banyak di antara anak-anak korban
tragedi 1965 yang selama puluhan tahun terpaksa
menyimpan identitasnya. Berarti, sepersekian
perjalanan hidupnya, mereka-yang jumlahnya kini jutaan
orang-telah menyandang trauma yang sebetulnya bukan
berasal dari kesalahan mereka. Padahal, sang anak
tidak minta dilahirkan sebagai anak dari seorang
anggota PKI. 

PERAGAWATI terkenal, presenter, dan artis sinetron,
Okki Asokawati dalam acara sahur di TPI (27/11)
mengisahkan ayahnya yang jadi korban 1965. Ayahnya
adalah AKBP Anwas yang karena namanya dicantumkankan
dalam daftar Dewan Revolusi berakibat penahanan
politik selama lebih 10 tahun. Okki ingin nama ayahnya
dipulihkan kembali. 

Ada jutaan orang di Indonesia yang mengalami nasib
sama seperti Okki. Hanya karena orangtuanya dituduh
terlibat peristiwa 1965, mereka terkena getahnya.
Mengapa konflik ideologis antarorangtua yang terjadi
di masa lalu masih ditanggung anak-cucu yang tidak
tahu apa-apa? Maka, demi pertimbangan kemanusiaan
(yang adil dan beradab), UU Parpol dan UU Otonomi
Daerah serta aturan diskriminatif lainnya yang masih
menebarkan dendam sejarah, perlu ditinjau kembali.
Sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah. 

Dr Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com