[Nusantara] Di Ufuk Ada Fajar (Indonesia Tidak Akan Menyerah) 1/2

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Wed Dec 11 06:48:27 2002


“Indonesia, my country right or wrong. If it is Wrong,
make it Right. If it is Right, keep it Right “
(“Value” atau motto Milis “Apa Kabar” yang ditulis
oleh Mas Dharmawan Ronodipuro). 

Waktu adalah seperti anak panah yang meluncur dengan
kecepatan dan ketinggian konstan, menyusur langit,
laut, gunung dan pepohonon; pagi, siang dan malam, dan
membawa purnama Ramadhan bergulir ke titik nadir. 

Ini adalah Ramadhan yang berat bagi kapal besar yang
bernama Indonesia yang bocor di sana sini dan diterpa
oleh parahara laut yang ganas, dengan piston
megap-megap---karena bahan bakar yang banyak dijarah
di sana sini oleh para pencoleng---memukul-mukul ruang
pembakaran guna menghasilkan energi yang diperlukan
untuk memutar baling-baling guna mendorong kapal besar
ini menuju pulau harapan. 

Ledakan bom yang dilakukan para angkara murka 12
Oktober 02 di Legian, tidak saja meninggalkan luka
kemanusiaan yang dalam, tetapi juga menimbulkan
kerusakan di ruang mesin dan meninggalkan lubang yang
menganga di lambung kapal, sehingga menyebabkan kapal
Indonesia semakin terseok-seok dan limbung. 

“Indonesia belum menyerah!” pekik Majalah Tempo dalam
edisinya memperingati Hari Pahlawan 10 November yang
lalu. 

Indonesia belum menyerah, kapal besar, yang bocor di
sana sini, kapal besar yang sedang oleng diterpa
prahara laut yang ganas memang belum menyerah. 

Tetapi apakah memang ada pilihan selain dari tidak
menyerah? 

Ledakan bom yang dilakukan para angkara murka Tanggal
12 Oktober 02 di Legian, memang telah meninggalkan
luka kemanusiaan yang dalam kepada bangsa ini, dan
menyebakan kapal Indonesia semakin limbung. 

Tetapi luka kemanusiaan di republik tercinta ini jelas
tidak hanya Legian. Di Papua, Maluku, Poso
dan---terutama---di Aceh, luka tersebut masih menganga
dan berdarah-darah. 

(Menurut data yang dikumpulkan LBH Banda Aceh seperti
yang dikutip Kompas beberapa waktu yang, konflik
bersenjata di NAD dalam satu tahun terakhir ini telah
menelan korban sebanyak 4.385 orang warga sipil. Dari
jumlah itu, 1.228 orang di antaranya meninggal dunia,
1.854 orang mengalami penyiksaan, 330 orang
penghilangan secara paksa, dan 973 orang penangkapan
dan penahanan sewenang-wenang. Dan manusia yang 4.385
jiwa tersebut jelas tidak hanya sekedar angka! Mereka
itu manusia Indonesia seperti kita, tidak lebih dan
tidak kurang. Mereka itu manusia-manusia yang tidak
berbeda dengan manusia-manusia yang kehidupannya
tercerabut secara paksa di WTC New York oleh para
angkara murka dalam tragedi 11 September tahun lalu.
Mereka manusia- manusia yang yang tidak berbeda dengan
dengan manusia-manusia yang kehidupannya tercerabut
secara paksa oleh para angkara murka dalam tragedi 12
Oktober lalu di Legian, Bali, tidak lebih dan tidak
kurang) 

Setiap saya mengakses Web Milis “Apa Kabar”, mata saya
selalu tertumbuk kepada “values” atau motto yang
ditulis Mas Dharmawan Ronodipuro yang saya kutip di
atas: “Indonesia, my country right or wrong. If it is
Wrong, make it Right. If it is Right, keep it Right “.
Sebuah motto sederhana, tetapi kuat makna, dan
merupakan sesuatu yang niscaya, kalau kita ingin kapal
besar yang bernama Indonesia ini tidak hanya sukses
bertahan untuk tidak menyerah terhadap gempuran
prahara, tetapi juga bisa melaju dengan kecepatan
penuh menuju pulau harapan. 

Persoalannya, sejauh mana kita---termasuk
beliau-beliau yang berada di anjungan Kapal Indonesia
yang bocor di sana sini, kapal besar yang sedang
limbung diterpa prahara---paham, ingin dan mampu
menerjemahkan ungkapan yang sederhana, tetapi kuat
makna, dan merupakan sesuatu yang niscaya itu dalam
keseharian kita. 

Faisal Basri, pakar dan pengamat ekonomi yang dikenal
berintegritas tinggi, berteriak-berteriak tiap Senin
di Harian Kompas mengenai berbagai salah urus di
Republik tercinta ini. 

Tetapi Bung Faisal seperti berteriak di tengah Gurun
Sahara! 

Revrisond Baswir, pakar dan pengamat ekonomi lain yang
juga dikenal berintegritas tinggi, bahkan mendatangi
dan berteriak-teriak di sejumlah milis. 

Tetapi Bung Sony juga seperti berteriak di tengah
Gurun Sahara! 

Padahal kita tahu tidak ada pilihan bagi Indonesia
selain dari tidak menyerah 

Padahal kita tahu waktu adalah seperti anak panah yang
meluncur dengan kecepatan dan ketinggian konstan. 

Padahal kita tahu---di atas segala-galanya---sejarah
membuktikan bahwa waktu tidak pernah mengenal kata
maaf. 

Sia-sia hutang tumbuh, cabar-cabar negeri (k)alah. 

Mudah-mudahan duga-dugaan saya di atas salah 

Ya, apalah awak ini. 

Salam, Darwin 


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com