[Karawang] Pelajaran Agama Perlu Ditinjau

karawang@polarhome.com karawang@polarhome.com
Sat Oct 19 03:00:20 2002


Pelajaran Agama Perlu Ditinjau

BANDUNG, (PR).-
Budayawan Saini K.M. mengusulkan agar pelajaran agama, terutama di perguruan
tinggi (PT) ditinjau kembali. Pasalnya, pelajaran agama yang ada sekarang
dianggapnya menyebabkan terjadinya egoisme agama yang bermuara pada maraknya
kasus teror dengan mudah tersulutnya konflik antarumat beragama, masyarakat
yang materialistik, dan sebagainya.

"Itu akibat pendidikan yang gagal selama 30 tahun. Terutama pendidikan
agama, saya usulkan untuk ditinjau kembali," ujarnya dalam diskusi bertema
"Masalah Keberagaman Agama di Indonesia" di Rumah Nusantara, Bandung, Kamis
(17/10). Hadir dalam kesempatan itu budayawan dan kolomnis Mohamad Sobari,
Rm. Dedi, dan moderator Setia Permana.

Menurut Saini, pelajaran agama hendaknya tidak lagi memonopoli kebenaran,
tetapi mengajak orang untuk beragama secara otentik atau bagaimana agama
memberi makna dalam kehidupan. Contoh pelajaran agama yang salah, katanya,
di antaranya pelajaran yang terlalu mempersoalkan surga atau neraka.
Kalaupun hendak dibahas harusnya dilakukan dengan penafsiran kembali.
Misalnya, gambaran tentang surga. Gambaran itu sebetulnya berbeda-beda bagi
tiap suku di berbagai belahan dunia. Orang Indian yang hidup di padang
rumput, misalnya membayangkan surganya adalah padang perburuan yang kekal,
sedangkan surga dalam pandangan orang Skandinavia adalah sebuah ruang besar,
ada api unggun, dan banyak makanannya. Itu terjadi karena mereka tinggal di
dekat kutub.

"Gambaran tentang surga yang seperti Oase dengan pohon-pohon dan air
mengalir hendaknya dipahami juga dalam konteks itu. Itu untuk membantu
sehingga obyektivitas ajaran agama dapat dipertahankan," tuturnya.

Diusulkan Saini, kurikulum agama juga hendaknya berisi materi yang
terprogram berjenjang di tiap tingkat pendidikan. Di perguruan tinggi
misalnya, hendaknya wacana perbandingan agama atau pelajaran lain yang
membantu siswa didik menemukan makna hidupnya mulai diajarkan.

"Selama ini, ayat-ayat yang menjadi spirit beragama seperti belas kasih dan
menghargai pluralitas terkesan disembunyikan. Padahal harusnya jangan
disembunyikan, tapi lebih diungkapkan," ujarnya. (A-95)***