[Karawang] [Nasional] G-30-S dan Etnis Tionghoa
karawang@polarhome.com
karawang@polarhome.com
Tue Oct 1 01:24:01 2002
Betreff: [Nasional] G-30-S dan Etnis Tionghoa
Datum: Mon, 30 Sep 2002 22:38:43 +0200
Von: "Ambon" <sea@swipnet.se>
Rückantwort: national@mail2.factsoft.de
-----------------------------------------------------------------------
Mailing List "NASIONAL"
Diskusi bebas untuk semua orang yang mempunyai perhatian terhadap
eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------
BERSATU KITA TEGUH, BERCERAI KITA RUNTUH
-----------------------------------------------------------------------
SUARA PEMBARUAN DAILY
G-30-S dan Etnis Tionghoa
Oleh Benny G Setiono
Selama hampir sepuluh tahun pada masa pemerintahan Orde Baru, setiap tanggal
29 September malam kita disuguhi film Pengkhianatan G30-S/PKI yang
disutradarai almarhum Arifin C. Noer. Mudah-mudahan tahun ini menjadi tahun
kelima film tersebut
absen dari layar kaca seluruh televisi di Indonesia. Selama puluhan tahun
rakyat Indonesia dicekoki propaganda penguasa Orde Baru akan bahaya laten
komunis, padahal negara-negara kubu komunis telah runtuh bergelimpangan.
Demi menjaga kelangsungan hidup pemerintahan otoriternya, Presiden Soeharto
yang terkenal sebagai ahli strategi ternyata telah salah menebak arah angin
bertiup sehingga ia harus rela dilengserkan oleh aksi para mahasiswa yang
pada tahun 1966 digunakannya untuk menjatuhkan Presiden Sukarno. Inilah yang
disebut senjata makan tuan!
Setelah lengsernya Presiden Soeharto, kini bermunculan berbagai buku dan
artikel yang mengulas apa yang sesungguhnya terjadi dengan G-30-S. Peranan
CIA dan MI-6 mulai terbongkar dan ternyata Jenderal Soeharto menggunakan
G-30-S untuk merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno.
Pada masa pemerintahan Sukarno hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah RRT boleh dikatakan berlangsung dengan penuh persahabatan,
walaupun pernah dinodai dengan insiden PP-10 dan Peristiwa 10 Mei 1963. Kita
masih ingat bagaimana pengaruh dan kharisma PM Chou En Lai ketika menghadiri
Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Demikian juga hubungan
antara etnis Tionghoa baik yang WNI maupun yang asing dengan penduduk yang
disebut "pribumi". Dalam setiap acara nasional seperti acara 17 Agustusan,
etnis Tionghoa aktif mengambil bagian dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan di kampung-kampung atau pemukiman-pemukiman.
Dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri maupun Tahun Baru Imlek, etnis Tionghoa
dan para tetangga dan kenalannya yang disebut "pribumi" saling bertukar
bingkisan dan bersilaturahmi, menunjukkan keakraban dan upaya saling
menghargai. Acara Pasar Malam dan Cap Go Meh untuk menyambut Imlek dirayakan
secara meriah bukan saja oleh orang-orang Tionghoa tetapi oleh seluruh
penduduk Jakarta yang menjadikannya semacam festival tahunan.
Mobilisasi Massal
Pada saat Trikora dan Dwikora diadakan mobilisasi massal untuk merekrut
sukarelawan, tidak sedikit pemuda Tionghoa yang turut mengambil bagian, baik
untuk menjadi prajurit maupun dokter militer. Demikian juga para mahasiswa
termasuk yang berasal dari etnis Tionghoa harus menjadi anggota Resimen
Mahadjaja. Setiap malam diadakan ronda malam semacam siskamling di
kampung-kampung dan setiap rumah tidak perduli kaya atau miskin, pribumi
atau pun keturunan harus turut serta mengambil bagian.
Jelas pada masa itu hubungan antarkomponen bangsa berlangsung dengan
harmonis, bukan saja antara penduduk pribumi dengan keturunan tetapi juga
hubungan antaretnis dan suku bangsa serta antaragama. Agama Khonghucu
sebagai agamanya mayoritas etnis Tionghoa pada masa itu diterima sebagai
suatu kenyataan.
Memang pada masa demokrasi parlementer ada usaha-usaha dari orang-orang
tertentu untuk menerbitkan peraturan-peraturan yang rasis dan diskriminatif
seperti "benteng importir", pembatasan penggilingan padi dan perusahaan
ekspedisi/angkutan, namun usaha-usaha tersebut ditentang habis-habisan oleh
Siauw Giok Tjhan dengan dukungan fraksi-fraksi lainnya di parlemen. Akhirnya
peraturan-peraturan tersebut satu per satu berguguran.
Pada masa demokrasi terpimpin ada usaha dari golongan reaksioner yang
didukung Amerika untuk merusak hubungan RI dengan RRT dengan menerbitkan
PP-10 dan aksi-aksi anarkis "10 Mei 1963" semasa kunjungan Presiden Liu
Shiao Chi, tetapi selebihnya boleh dikatakan hubungan persahabatan antara RI
dan RRT serta hubungan antara penduduk Tionghoa dengan penduduk lainnya
berjalan dengan baik.
Orang Tionghoa tidak hanya berkonsentrasi di bidang bisnis tetapi juga
memasuki bidang-bidang lainnya. Banyak di antaranya yang menjadi dokter,
pengacara, hakim, jaksa, polisi, notaris, apoteker, tentara, artis, seniman,
olahragawan, dan jurnalis.
Di bidang politik banyak politikus Tionghoa yang aktif di berbagai partai
politik baik yang berideologi nasionalis (PNI, Partindo), agama (Katolik,
Kristen maupun Islam) dan Komunis (PKI, Murba). Demikian juga banyak yang
aktif di organisasi-organisasi massa seperti Baperki dan LPKB maupun
organisasi-organisasi lainnya.
Tetapi apa yang terjadi setelah Peristiwa G-30-S? Ternyata Jenderal Soeharto
dalam usahanya menggulingkan Presiden Sukarno, dengan dukungan CIA dan MI-6
merusak hubungan persahabatan RI-RRT dan memojokkan etnis Tionghoa di
Indonesia. Setelah menggunakan para mahasiswa dan pelajar untuk melakukan
demonstrasi dan merusak Kedutaan Besar RRT dan menutup seluruh
sekolah-sekolah Tionghoa, hubungan diplomatik kedua negara sahabat tersebut
dibekukan. Sebelumnya Uni-versitas Res Publica milik Baperki dijarah dan
dibakar, kemudian diambil alih Jenderal Nasution yang memerintahkan LPKB
untuk membentuk Yayasan Trisakti dan berkat bantuan pemerintah Kerajaan
Belanda berhasil di-bangun kembali.
Ironisnya pada saat ini terjadi konflik internal antara Yayasan Trisakti
pimpinan K. Sindhunatha dan Senat Universitas, Trisakti pimpinan Prof Thoby
Muthis.
Memojokkan
Setumpuk peraturan yang bertujuan memojokkan dan merendahkan etnis Tionghoa
diterbitkan pemerintahan Orde Baru, antara lain perubahan sebutan Tiongkok
dan Tionghoa menjadi Cina. Disusul pelarangan seluruh upacara keagamaan,
tradisi dan budaya Tionghoa dilakukan di tempat terbuka. Seluruh terbitan
dan barang-barang cetakan berbahasa Tionghoa dilarang. Agama Khonghucu tidak
diakui oleh Departemen Agama, akibatnya orang Tionghoa beramai-ramai masuk
agama Kristen, Katolik dan Buddha. Berbagai peraturan yang diskriminatif
seperti keharusan memiliki SBKRI dan KI bagi orang-orang keturunan masih
berdampak sampai sekarang. Untuk mengurus paspor dan akte perkawinan,
kelahiran, pendirian perusahaan dan jual beli properti, etnis Tionghoa
diharuskan menunjukkan SBKRI sampai ke kakek neneknya. (Lihat Suara Pembaca
Suara Pembaruan edisi 20 September 2002 berjudul "Diskriminasi Keturunan
Tionghoa Terus Berlangsung" dan tulisan "Pejuang Antidiskriminasi pun
Terdiskriminasi" serta tulisan "Biaya Pembuatan Akte Kelahiran" di harian
Sinar Harapan edisi 23 dan 24 September 2002).
Pada masa penumpasan G-30-S bukan hanya orang-orang PKI yang dikejar-kejar
untuk dipenjarakan tetapi banyak orang Tionghoa yang ditangkap dengan
tuduhan Baperki untuk kemudian diperas uangnya. Hal inilah yang menyebabkan
orang-orang Tionghoa menghindari wilayah politik.
Baperki telah menjadi stigma yang ampuh untuk menakut-nakuti etnis Tionghoa
agar menghindari kegiatan-kegiatan yang berbau politik. Etnis Tionghoa hanya
diberi ruang gerak di bidang bisnis dan ironisnya secuil dari mereka
dijadikan kroni para penguasa untuk melakukan KKN dalam mengumpulkan
kekayaan.
Akibatnya etnis Tionghoa menjadi sasaran kebencian rakyat Indonesia yang
mencapnya sebagai monster yang rakus dan menjijikkan serta tidak perduli
pada masyarakat sekelilingnya.
Demikianlah, penumpasan G-30-S telah menimbulkan dampak yang sangat negatif
terhadap etnis Tionghoa. Di masa reformasi ini demi kemajuan dan persatuan
bangsa, sudah seharusnya seluruh peraturan yang diskriminatif dan rasis
dicabut. Sebaliknya etnis Tionghoa diharapkan agar segera mencampakkan
seluruh stigma yang selama ini melekat di dirinya dengan mengubah perilaku
yang selama ini dipaksakan oleh pemerintahan otoriter Orde Baru.
Penulis adalah Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa.
Last modified: 30/9/2002
-------------------------------------------------------------
Info & Arsip Milis Nasional: http://www.munindo.brd.de/milis/
Nasional Subscribers: http://mail2.factsoft.de/mailman/roster/national
Netetiket: http://www.munindo.brd.de/milis/netetiket.html
Nasional-m: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/
Nasional-a: http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-a/
Nasional-f:http://www.polarhome.com/mailman/listinfo/nasional-f
------------------Mailing List Nasional----------------------