[Nusantara] Sipadan-Ligitan, Menuai Hasil Politik Verbal

Gigih Nusantara gigihnusantaraid@yahoo.com
Thu Dec 19 08:36:05 2002


Sipadan-Ligitan, Menuai Hasil Politik Verbal 
 
Bisa nrima atau tidak, kenyataan di lapangan
membuktikan, bahwa Mahkamah Internasional Den Haag
sudah memutuskan, Sipadan dan Ligitan, adalah sah
milik Malaysia. Marah atau tidak, itulah hasil yang
kita peroleh dari penerapan politik verbal (omdo,
omong doang) yang selama ini dilakukan Indonesia.

Pergilah ke kantor-kantor pemerintah, dan cobalah
sampaikan keinginan saudara untuk menemui pimpinannya,
maka saya yakin, lebih dari 90 persen, saudara akan
memperoleh jawaban, bahwa boss sedang rapat. 

Rapat? Pasti membicarakan pekerjaan? Bagus, sekali.
Saudara boleh minta ijin untuk menunggu rapat selesai.


Saya berani menjamin lagi, ketika rapat itu usai, maka
boss hanya akan berada sebentar di mejanya, lalu
saudara bisa saksikan, boss akan ke luar ruangan lagi.
Kemana? Rapat lagi. 

Hal itulah yang merupakan refleksi dari bagaimana
pemerintah RI bekerja. Dan itu pula yang terjadi di
kalangan masyarakatnya. kalau mereka diundang rapat,
maka berbunga-bungalah hati mereka, karena merasa
bahwa ia sudah masuk dalam hitungan pada kelompok yang
akan membicarakan kebijakan-kebijakan, sehubungan
dengan adanya persoalan, lalu segera ditemukanlah
solusi pemecahannya. 

Sayangnya, mereka mengira, bahwa kalau sudah rapat itu
artinya sudah bekerja. Kalau sudah membuat formulasi,
katakanlah begitu, terhadap sebuah permasalahan
tertentu, itu sudah selesai. Soal apa di lapangan
dijalankan atau tidak, ah... itu kan bisa dirapatkan
lagi. 

Rapat... rapat ... rapat..... 

Demikian juga dengan politik yang dijalankan
pemer8intah RI, sejak dulu, sampai sekarang. Terlalu
banyak untaian kata-kata sejuk, punya semangat
membangun, tak hanya lima tahun ke depan, bahkan
sampai 25 tahun. Itu baru tahap pertama. Lalu ada
tahap kedua, dan seterusnya. Di atas kertas, siapa
bisa melawan segenap proposal bagus dengan
konsultan-konsultan mahal seperti itu? Dijamni, saya
jamin, tidak ada. 

Timor, Papua, Aceh, Sipadan, Ligitan, adalah sejumlah
daerah yang selama ini demam, memendam sebuah
pertanyaan, mana realisasi semua omongan untuk
membangun, mempertahankan, membina, dan seterusnya
itu? 

Satu-satunya yang tidak terbantah, sehbungan dengan
Sipadan dan Ligitan, adalah bahwa sudah sejak lama,
mulai dari pemerintah Inggris, lalu pihak Malysia
pula, yang sudah melakukan sesuatu, yang sebenarnya
sederhana, tetapi nyata. Inggris dengan ordonansi
perlindungan satwa burung. Lalu pemerintahan malysia
(dulu Malaya) yang hanya membangun mercu suar. Coba,
apa dua hal itu pemerintah RI tak mampu? 

Promosi wisata Sipadan dan Ligitan juga dilakukan
secara gencar oleh Malaysia, meski itu tidak masuk
dalam pertimbangan mahkamah di Den Haag, tetapi terasa
sekali, bahwa Pemerintah RI memang sama sekali (atau,
kurang, lah...) menaruh perhatian, sesuatu yang bisa
dijadikan tapak, sebagai bukti memang ada keterlibatan
Indonesia di dua pulau tersebut. 

Alih-alih tidak melakukan sesuatu, tetapi hanya
teriak-teriak semata. Nuntut ini, nuntut itu. Tapi
semuanya kosong, dan nikmatilah hasilnya, Sipadan dan
Ligitan pun lepas. 

Pelajaran lain bisa kita lihat dari Timor Timur.
Memang, benaman biaya bukan main besar sudah
dikucurkan di penggalan timur pulau Timor ini, tetapi
ada aspek lain yang membuat semua itu seolah tak ada
artinya. Ada pelanggaran HAM, tidak ada pengkaderan,
dan sejenisnya. Sebab, investasi tak hanya fisik dan
duit, tetapi juga hati nurani. 

Aceh dan Papua adalah juga tak ubahnya api dalam
sekam. Jika kita masih juga lebih banyak omong
daripada melakukan hal-hal nyata, maka lambat atau
cepat, kita akan menuai hasil yang tak kurang
memalukan. Panglima TNI boleh tegas, tetapi dunia
internasional akan bicara lain. Dalam hubungan
keluarga seatap yang mengglobal seperti sekarang ini,
mau menang-menangan sendiri sudah bukan jamannya. 

Apa yang kita rasakan saat ini memang bukan andil dari
pemerintah yang saat ini sedang berkuasa. Tetapi
merupakan hasil kumulatif terapan politik verbal dari
pemerintah yang sebelum-sebelumnya. 

Namun, hal itu tidak boleh menjadi alasan atas semua
kegagalan yang berkali-kali terjadi akhir-akhir ini.
Sebab, nyatanya, pemerintah yang sekarang pun masih
membiarkan gaya hidup verbal berlangsung dalam
penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Dan semua
inilah yang nanti akan diwarisi oleh anak cucu kita di
belakang hari, Bekas Negara Kesatuan Republik
Indonesia (BNKRI) ! 

Believe it, or not.  


=====
Milis bermoderasi, berthema 'mencoba bicara konstruktif soal Indonesia' dapat diikuti di http://www.polarhome.com/pipermail/nusantara/
Tulisan Anda juga ditunggu di http://www.mediakrasi.com (jadilah editor untuk koran online ini)
Juga mampirlah untuk ketawa ala Suroboyoan di
http://matpithi.freewebsitehosting.com

__________________________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail Plus - Powerful. Affordable. Sign up now.
http://mailplus.yahoo.com